
Oleh: Dr. (Cand) Yulisamarhan, M. Ag, Kepala MTs Ma’had Al ikhlash Pasaman Barat
Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi informasi, kehidupan manusia mengalami perubahan yang sangat signifikan. Era digital yang ditandai dengan kemudahan akses terhadap informasi, komunikasi instan, serta penetrasi teknologi dalam seluruh aspek kehidupan, membawa berbagai dampak positif sekaligus tantangan baru. Dalam konteks ini, pendidikan agama memiliki peran strategis untuk membentuk karakter, moral, dan spiritualitas manusia modern agar tidak terjebak dalam krisis nilai di tengah kemajuan zaman.
Perkembangan teknologi digital telah menciptakan ruang baru bagi interaksi sosial manusia, yakni dunia maya. Di ruang ini, segala bentuk informasi dapat diakses tanpa batas, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Namun, kebebasan informasi yang tidak disertai kemampuan selektif dapat menjerumuskan seseorang pada perilaku yang menyimpang, baik secara moral maupun spiritual. Oleh sebab itu, pendidikan agama hadir sebagai benteng nilai yang memandu individu dalam menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.
Pendidikan agama berfungsi bukan hanya sebagai sarana pengajaran doktrin keagamaan, tetapi juga sebagai sistem pembentukan akhlak dan etika sosial. Melalui pendidikan agama, peserta didik diarahkan untuk memahami nilai-nilai universal seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan kasih sayang. Nilai-nilai ini sangat dibutuhkan di era digital yang kerap memunculkan perilaku negatif seperti ujaran kebencian, penyebaran hoaks, dan degradasi moral akibat konsumsi konten yang tidak mendidik.
Dalam era digital, transformasi pendidikan agama juga tidak dapat dihindari. Pembelajaran kini tidak lagi terbatas pada ruang kelas, melainkan telah merambah ke platform digital. E-learning, media sosial, dan aplikasi pembelajaran agama menjadi sarana baru dalam menyampaikan nilai-nilai keagamaan. Dengan demikian, integrasi antara nilai-nilai religius dan kecanggihan teknologi menjadi keniscayaan agar pendidikan agama tetap relevan dan efektif.
Namun, digitalisasi pendidikan agama bukan tanpa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah hilangnya esensi spiritual dalam proses pembelajaran yang terlalu berorientasi pada teknologi. Ketika pembelajaran agama disampaikan melalui media daring tanpa pengawasan dan interaksi emosional yang cukup, nilai-nilai moral bisa kehilangan maknanya. Di sinilah pentingnya peran guru agama untuk tetap menjadi teladan dan pembimbing moral yang tidak tergantikan oleh teknologi.
Selain itu, media digital sering kali menjadi ruang penyebaran paham keagamaan yang ekstrem dan menyesatkan. Banyak individu yang belajar agama melalui sumber-sumber daring tanpa filter keilmuan yang jelas. Kondisi ini berpotensi menimbulkan radikalisme dan intoleransi. Oleh karena itu, pendidikan agama formal di lembaga pendidikan harus memperkuat literasi digital agar peserta didik mampu memilah informasi keagamaan yang sahih dari sumber yang menyesatkan.
Pendidikan agama juga berperan penting dalam membentuk kesadaran etis di dunia maya. Etika digital atau digital ethics merupakan konsep baru yang kini semakin penting untuk diajarkan. Nilai-nilai agama seperti adab dalam berkomunikasi, menghargai privasi, dan menghindari fitnah sangat relevan diterapkan di ruang digital. Dengan demikian, pendidikan agama dapat menjadi landasan moral dalam membangun budaya digital yang sehat dan beradab.
Di sisi lain, era digital justru membuka peluang besar bagi pengembangan pendidikan agama yang kreatif dan inovatif. Konten dakwah dan pembelajaran agama dapat dikemas dalam bentuk video interaktif, podcast, atau media sosial yang menarik bagi generasi muda. Dengan pendekatan ini, nilai-nilai keagamaan dapat disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan sesuai dengan karakter digital native.
Pendidikan agama di era digital juga harus menanamkan kesadaran akan tanggung jawab sosial dalam penggunaan teknologi. Peserta didik perlu diarahkan untuk memahami bahwa kemajuan teknologi bukan semata-mata untuk kesenangan pribadi, tetapi juga untuk kemaslahatan umat manusia. Prinsip-prinsip ajaran agama tentang kemanusiaan dan keadilan sosial dapat menjadi panduan moral dalam menciptakan inovasi yang beretika dan bermanfaat.
Selanjutnya, pendidikan agama memiliki fungsi penting dalam mengembalikan keseimbangan antara aspek intelektual dan spiritual manusia. Era digital sering kali menonjolkan kecerdasan intelektual dan kemampuan teknis, sementara dimensi spiritual terabaikan. Padahal, keseimbangan keduanya sangat dibutuhkan untuk melahirkan manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana.
Pendidikan agama juga dapat menjadi instrumen untuk menanggulangi krisis identitas yang dialami generasi muda di era digital. Paparan budaya global yang begitu masif sering membuat mereka kehilangan jati diri dan arah moral. Melalui pemahaman agama yang benar, peserta didik dapat membangun identitas diri yang kuat, berakar pada nilai-nilai luhur, sekaligus terbuka terhadap kemajuan.
Selain itu, pendidikan agama di era digital perlu menekankan pentingnya critical thinking dalam memahami ajaran dan fenomena keagamaan. Dengan kemampuan berpikir kritis, peserta didik tidak mudah terpengaruh oleh informasi palsu atau tafsir agama yang keliru di internet. Ini merupakan langkah penting untuk membangun masyarakat religius yang rasional, moderat, dan berwawasan luas.
Penting pula untuk memahami bahwa pendidikan agama tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga keluarga dan masyarakat. Di era digital, pengawasan orang tua terhadap konsumsi media anak menjadi krusial. Oleh sebab itu, sinergi antara lembaga pendidikan, keluarga, dan komunitas keagamaan perlu diperkuat untuk menciptakan ekosistem pendidikan agama yang holistik.
Dari perspektif kebijakan, pemerintah juga memiliki peran strategis dalam memperkuat pendidikan agama di era digital. Dukungan terhadap kurikulum yang adaptif, pelatihan guru berbasis teknologi, serta penyediaan platform digital yang berkualitas harus menjadi prioritas. Dengan demikian, pendidikan agama dapat berjalan seiring dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan substansinya.
Di tengah dinamika dunia modern yang serba cepat dan kompetitif, pendidikan agama juga harus mampu membangun ketahanan moral generasi muda. Ketika manusia dihadapkan pada godaan materialisme, hedonisme, dan individualisme, nilai-nilai spiritual menjadi benteng terakhir yang menjaga keseimbangan batin dan kemanusiaan.
Lebih jauh, pendidikan agama dapat menjadi sumber inspirasi untuk membangun peradaban digital yang berkeadaban. Teknologi yang dilandasi nilai-nilai keagamaan akan melahirkan inovasi yang membawa kedamaian, bukan perpecahan; kemajuan yang menyejahterakan, bukan yang merusak tatanan moral.
Dengan demikian, kehadiran pendidikan agama di era digital bukan sekadar kebutuhan, melainkan keniscayaan. Ia menjadi penuntun moral dan spiritual di tengah derasnya arus informasi dan perubahan sosial. Pendidikan agama yang adaptif terhadap teknologi, namun tetap berpegang pada nilai-nilai keimanan dan kemanusiaan, akan melahirkan generasi digital yang cerdas, beretika, dan berakhlak mulia.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama di era digital memiliki peran fundamental dalam membentuk karakter bangsa. Ia bukan hanya sebagai pelajaran formal, tetapi sebagai fondasi nilai yang menjaga kemanusiaan tetap hidup di tengah modernitas. Di tangan generasi beriman dan berilmu, kemajuan teknologi akan menjadi sarana untuk mengabdi kepada Tuhan. (*)


