
Oleh : Novri Investigasi
Pencinta Sepakbola (Bag 2)
Edisi sebelumnya, kita telah mengupas, prestasi naik turun klub kebanggan ‘Urang Awak’ Pandeka Minang julukan PSP Padang. Mulai dari kisah berdirinya tahun 1928, sampai berjaya di Perserikatan, Liga Kansas, ISL dan turun naik Divisi Utama, turun Divisi 1, naik lagi dan akhirnya terbenam di jurang paling dalam Liga 3. Bahkan, juga mengupas banyak menyumbang pemain timnas, sekarang bernasib naas.
Mulai tahun 2010, nama PSP Padang tak lagi bergema, boleh dikatakan sudah mati suri tanpa prestasi. Jangankan bicara tingkat nasional di Liga 3 disebut juga Liga Tarkam, PSP seakan tak berkutik. Bahkan, bertekuk lutut dengan klub yang baru lahir. Seperti yang terjadi pada Liga 3 Asprov PSSI Sumbar musim 2023 – 2024.
Dibabak semi final dipermalukan klub debutan Josal FC Piaman yang akhirnya juara Liga 3 Asprov Sumbar. Dan, meraih tiket ke Liga 3 nasional. Banyak yang beranggapan, pantas saja PSP Padang jadi bulan bulanan, persiapan hanya satu minggu. Naif, klub yang pernah disegani elit sepakbola nasional, tanpa persiapan terkubur di Liga 3. Siapa yang salah.
Sejak Ketua Umum, Mahyeldi (Walikota Padang- Sekarang gubernur) dan berlanjut kepada Hendri Septa (Walikota Padang), PSP Padang, bak ayam kehilangan induk. Hidup segan mati tak mau. Merangkak terus merangkak dan tak mampu beranjak dari kasta terendah sepakbola. Ironis. di kasta terendah juga tak bisa berbuat apa apa. Hanya pelengkap penderita dalam setiap Liga 3
Berkaca pada Liga 3 Asprov PSSI Sumbar musim 2023 – 2024, terasa menetes air mata. Orang yang tertinggi di tampuk di klub sepakbola kebanggaan Kota Padang itu, seakan tak perduli. Disaat kepala daerah lain, berjibaku dilapangan mendampingi anak anak bermain, Walikota Padang, tak terlihat wajahnya.
Dalam segala keterbatasan dan ketidakpedulian pucuk pimpinan, persiapan dilakukan seadanya. Asal ikut saja dan hasilnya ya, seperti itulah. Tersungkur dibabak semi final dengan hasil menyakitkan. Tak perlu diratapi, tak perlu bermenung diri, berbenah dan evaluasi, sembari mencari solusi itu yang perlu dilakukan. Setidaknya, permulaan dilakukan penggantian pengurus, terutama pucuk pimpinan.
Mungkin selama ini, jabatan Ketua Umum PSP Padang langsung dipegang kepala daerah. Dan, kita sudah melihat hasilnya dua kepala daerah yang memimpin PSP Padang, tak beranjak, tak bergerak dan abadi di Liga 3. Ibarat Pandeka, kegarangannya tak lagi ditakuti lawan. Padahal, diikuti kasta terendah di sepakbola nasional. Dan, tentu ini menjadi evaluasi kita semua.
Saya juga tak begitu memahami prosedur pergantian Ketua Umum PSP Padang dan pengurus lainnya. Terlepas adanya prosedur dan mekanisme, ada baiknya Ketua Umum dan pengurus lainnya, jika rasanya tak kuat menjalani, lebih baik dewasa berpikir dan menyerahkan jabatan kepada yang lain. Karena, sepakbola butuh kegilaan seorang pengurus, bukan sekedar pencitraan dan pajang nama saja.
Jika kedepan PSP Padang, kembali berprestasi “Mambangkik Batang Tarandam,” tentu butuh sosok pemimpin gila bola. Gila bukan dalam arti negatif, tapi mengembangkan sepakbola menjadi lebih baik. Intinya, pengurus sepakbola harus diisi oleh orang orang gila, tapi waras.
Gilanya, karena kecintaan kepada sepakbola. Mau berkorban waktu, pemikiran dan materi. Karena, mengurus sepakbola tak terlepas dari uang dan besarnya biaya. Bukan orang yang gila jabatan, tapi tak bisa menjalankan amanah dan jabatan yang diberikan, apalagi sekedar pencitraan. Diakui jabatan Ketua PSSI disemua tingkatan, sangat seksi dimata politisi, teknorkat, birokrat maupun pengusaha yang mau berkarier di politik.
Karena, sepakbola memiliki arena yang luas dan lebar untuk panggung popularitas. Dan, ini sering terjadi, itupun tak bisa disalahkan. Terpenting pengurus dari kalangan apapun, profesi apapun, mau memajukan dan berkorban untuk sepakbola. Daripada memilih orang, tak bisa berbuat apa apa. Karena mengurus sepakbola butuh aksi nyata, bukan sekedar bicara. Bersambung.