Ada anekdot menarik, bicara masalah mudik saat lebaran.” Yang nggak pernah mudik lebaran, pasti nggak bakal tahu rasanya kebelet pipis dan perut keroncongan di mobil. Karena, tak merasakan macet berkepanjangan, sedangkan pom bensin dan rumah makan masih jauh. Bagi mereka yang nggak pernah mudik, pasti nggak bakalan tahu rasanya menginap di mobil, mesjid dan mushalla. Karena, penuhnya penghinapan.”
“Bagi yang tak pernah mudik, saat lebaran, pasti nggak merasakan di palak preman di lokasi wisata dan melonjaknya harga makanan serta minuman. Bagi yang tak pernah mudik, saat lebaran, pasti nggak pernah merasakan pungutan liar, berkedok parkir dan lain sebagainya. Mudik, saat lebaran merindukan kampung halaman, sanak saudara, andai tauladan, namun harus mengalami ketidaknyamanan.”
Anekdot diatas, merupakan gambaran peristiwa, saat mudik lebaran di Sumbar. Dua tahun, tak merasakan aroma kampung halaman. Dua tahun dibelenggu covid19. Tapi, saat kerinduan sudah terobati, mereka merasa asing di kampung halaman sendiri. Kerinduan mudik lebaran, harus dihadapi dengan berbagai ketidak kenyamanan. Ini juga dialami para wisatawan yang berkunjung ke Sumbar.
Bahkan, setelah mudik selesai dan balik kembali untuk menjalankan rutinitas, bukan cerita bahagia yang dibawa dari kampung halaman. Tapi, nestapa yang diterima dan kurangnya kenyamanan dialami saat melepaskan rindu, setelah dua tahun tak pulang. Ini bukan sekedar cerita, tapi peristiwa mudik di Sumbar yang menghiasi media sosial. Dan, berdasarkan realita dilapangan.
Kemacetan panjang Padang – Bukitinggi mencapai 8 jam perjalanan, bukan sebuah cerita. Beringsutnya, kendaraan dari Muara ke Pantai Air, bagian dari cerita duka. Bak keong berjalan, juga menyertai jalan Padang Solok, Padang Painan, tak tersampaikan kata kata. Lelah menunggu di mobil, capek berkendaraan, disebabkan kemacetan, tak bisa menikmati lokasi wisata, karena waktu habis dalam perjalanan.
Cerita duka bersambung, saat kelelahan melakukan perjalanan panjang dan kemacetan, di lokasi wisatapun didera permasalahan. Harga makanan, minuman melonjak drastis. Pungutan liar berbagai modus juga terjadi. Bahkan, memaksa mengambil poto dengan harga tinggipun dialami. Tragisnya lagi, keletihan itu, juga tak ada tempat untuk melepas penat dan tidur untuk istirahat. Alhasil, mesjid menjadi solusi, melepas penat dan istirahat tidur.
Bicara masalah macet Padang – Bukittinggi, cerita lama tak teratasi. Memang jalan Malalak jadi altenatif, namun terkendala longsor yang selalu menghintai. Dilakukan pelebaran, itupun masih sebatas pengecoran bahu jalan. Juga terkendala empat titik tanpa solusi. Diantaranya, Lubuk Alung, Sicincin, Pendakian Silaing, Koto Baru dan Padang Lua. Padatnya rumah penduduk dan area pasar menjadi penyebab penyempitan jalan.
Fly over menjadi harapan, terambat ganti rugi dan dana. Sehingga, jalan Padang – Bukittinggi, jadi arena macet, meski bukan saat mudik saja. Terjalnya pendakian, curamnya jurang dan bukit beresiko longsor, menyertai jalan Padang – Solok. Fly over yang menjadi solusi masih misteri. Padang – Painan, memang ada solusi jalan di kawasan Mandeh. Resikonyo juga tinggi, disebabkan tanjakan dan beberapa titik terjadi penyempitan.
Jangan tanya jalan Tol Padang – Pekanbaru. Ini sering dibully, sebab ganti rugi berujung korupsi. Akibatnya, pekerjaan tersendat dan masa pekerjaan terhambat. Entah, kapan selesainya. Kemacetan itu, penyebabnya, jumlah kendaraan meningkat tiap tahun, lebar jalan tak terjadi perubahan. Sehingga, jalan urat nadi perekonomian, tak mampu menampung jumlah kendaraan yang makin meningkat. Ini perlu dicarikan.
Pariwisata Sumbar, tak usah diragukan. Pesona luar biasa, membuat wisatawan ingin berkunjung ke daerah ini. Menikmati indahnya alam menjadi tujuan. Sayang, tak disertai sadar wisata bagi penduduk setempat. Berakibat tidak nyamannya wisatawan yang datang. Padahal, pelayanan yang baik dan kenyamanan, sangat dibutuhkan wisatawan. Sehingga, mereka puas dan ingin berkunjung kembali. Ini menjadi PR terbesar pemerintah daerah.
Mencari solusi kemacetan dan membenahi pariwisata menjadi pekerjaan berat, Pemrov Sumbar. Lancarnya transportasi akan meningkatkan perekonomian. Rancaknya, pesona wisata akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Karena wisatawan datang ke Sumbar membelanjakan uang, sehingga peredaran uang akan semakin banyak dengan kedatangan wisatawan. Semoga kedepan, berkurang keluhan dan ketidaknyamanan.
Penulis
Novri Investigasi
stromectol 3 mg price – atacand for sale order carbamazepine 400mg online cheap