Implementasi Ketahanan Pangan di Nagari Masih Masih Jauh Dari Harapan

Spread the love
Oplus_131072

Oleh: Yaser Arafat, SH

Ketahanan pangan adalah isu strategis yang tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan makanan, tetapi juga menyangkut kedaulatan, kesejahteraan, dan martabat suatu bangsa. Di tingkat desa atau nagari, ketahanan pangan menjadi tulang punggung bagi keberlangsungan hidup masyarakat. Sayangnya, hingga hari ini, implementasi konsep ini di banyak nagari, khususnya di Kabupaten Pasaman Barat, masih jauh dari harapan.

Banyak nagari di Pasaman Barat yang menyalahartikan ketahanan pangan sebagai sekadar proyek pembangunan fisik atau kegiatan ekonomi yang tidak berorientasi pada masyarakat. Misalnya, ketika nagari membangun kandang ayam dan hasilnya dijual oleh perangkat nagari, masyarakat tidak merasakan manfaatnya. Ini jelas menyimpang dari semangat ketahanan pangan yang sesungguhnya.

Ketahanan pangan bukanlah soal produksi semata. Ini adalah soal bagaimana hasil produksi dapat diakses secara adil dan merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Nagari yang kuat dalam ketahanan pangan adalah nagari yang mampu menjamin bahwa setiap warganya tidak kekurangan pangan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

Pemerintah pusat dan daerah sudah menetapkan bahwa ketahanan pangan desa bertujuan untuk memastikan semua warga memiliki akses ke makanan yang cukup, bergizi, dan terjangkau sepanjang tahun. Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya jarak antara kebijakan dan pelaksanaan.

Ketahanan pangan nagari mencakup tiga aspek penting: ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas pangan. Ketersediaan berarti pangan cukup untuk seluruh masyarakat. Keterjangkauan berarti masyarakat mampu membeli atau mendapatkan pangan tersebut. Dan kualitas berarti pangan itu aman, sehat, dan bergizi.

Ketahanan pangan bukan sekadar kegiatan seremonial atau simbolik. Ini adalah sistem yang kompleks dan harus dibangun dengan strategi yang matang, partisipatif, dan berkelanjutan. Pembangunan kandang ayam oleh nagari adalah baik, tetapi harus dipastikan bahwa hasilnya memperkuat kebutuhan pangan masyarakat, bukan menjadi ladang bisnis segelintir pihak.

Arti ketahanan pangan nagari adalah kemampuan suatu desa atau nagari untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya secara mandiri. Ini artinya, nagari tidak bergantung pada pasokan dari luar, terutama dalam situasi krisis. Ketahanan pangan adalah soal kemandirian dan keberlanjutan.

Tujuan dari ketahanan pangan desa adalah meningkatkan ketersediaan pangan melalui hasil produksi lokal dan penguatan lumbung pangan desa. Lumbung pangan bukan hanya tempat penyimpanan beras, tetapi pusat distribusi pangan di saat krisis atau kelangkaan.

Nagari juga harus meningkatkan keterjangkauan pangan, yakni bagaimana harga pangan bisa tetap stabil dan terjangkau oleh seluruh warga, terutama mereka yang berada di garis kemiskinan. Ini memerlukan intervensi kebijakan dan perlindungan sosial yang jelas.

Konsumsi pangan yang sehat, beragam, dan berbasis kearifan lokal adalah elemen penting dalam mewujudkan ketahanan pangan. Masyarakat harus didorong untuk kembali menanam dan mengonsumsi pangan lokal yang lebih sesuai dengan kondisi tanah dan iklim setempat.

Ketahanan pangan juga bertujuan untuk mewujudkan kemandirian di tingkat lokal. Dengan mendorong petani lokal untuk memproduksi secara berkelanjutan dan memperluas akses pasar, desa bisa menjadi lebih mandiri secara ekonomi dan pangan.

Maksud dari konsep ini lebih luas dari sekadar makan kenyang. Ketahanan pangan adalah upaya membangun sistem pangan yang kuat dan lestari di desa. Ini berarti sistem yang bisa bertahan menghadapi perubahan iklim, krisis pangan global, dan bencana alam.

Mengurangi ketergantungan pada impor pangan adalah tujuan penting. Pasaman Barat, yang memiliki potensi pertanian dan peternakan, harus bisa memanfaatkan sumber dayanya sendiri untuk mencukupi kebutuhan pangan lokal.

Keberlanjutan sumber daya alam juga tak kalah penting. Sistem pertanian yang ramah lingkungan, rotasi tanam, pelestarian hutan, dan pengelolaan air yang baik adalah bagian dari ketahanan pangan.

Pemberdayaan masyarakat adalah pilar utama. Ketahanan pangan tidak mungkin terwujud jika masyarakat hanya menjadi penonton. Mereka harus dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan pangan.

Optimalisasi potensi lokal, seperti lahan tidur, sumber air, dan tenaga kerja desa, dapat menciptakan lapangan kerja baru. Ini secara langsung akan meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi angka kemiskinan.

Pemerintah nagari harus memahami bahwa ketahanan pangan adalah bagian dari stabilitas sosial. Masyarakat yang lapar cenderung rentan terhadap konflik sosial, kriminalitas, bahkan radikalisme. Maka menjaga ketahanan pangan adalah menjaga perdamaian.

Kita perlu melakukan refleksi serius terhadap berbagai program pangan yang sudah berjalan. Evaluasi menyeluruh dan partisipatif harus dilakukan untuk menilai sejauh mana manfaat program benar-benar dirasakan oleh masyarakat.

Diperlukan kebijakan berbasis data dan kebutuhan riil masyarakat. Tidak semua nagari cocok dengan model pembangunan yang sama. Maka, pendekatan yang kontekstual dan berbasis kearifan lokal menjadi sangat penting.

Sebanyak 20 persen ketahanan pangan di anggarkan nagari setiap tahunnya hendaknya tidak menjadi sia-sia belaka, sudah sewajarnya masyarakat dapat menikmatinya dengan menjalankan usaha sesuai dengan yang dapat mereka krmbangkan.

“mari kita kembalikan semangat ketahanan pangan nagari pada rohnya yang sejati, memperkuat masyarakat, memandirikan Nagari, dan memastikan tidak ada satu pun warga yang kelaparan. Ketahanan pangan bukan soal proyek, melainkan soal keberlangsungan hidup umat manusia. (*)

More From Author

Harus Berpacu dengan Waktu, Mengangkat Karung Sedimen Berbau, Biar Warga Tak Terganggu

Kota Padang Optimis Dipertankan Sebagai Kota Layak Anak

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ADVERTISEMENT