
Padang Sarai jalan babelok
Luruih jalan Padang Sibusuak
Barongsai legenda urang Tiongkok
Dapek mausia nasib nan buruak
Banda Pudiang bajalan langang
Koto Baru bapasa pagi
Tari piriang budayo minang
Bakisah manuai hasil padi
Raminyo balai Lubuk Sikapiang
Rami dek anak Rang Kinari
Barongsai jo tari piriang
Kesenian nan beresiko tinggi
Danau Singkarak tapian mandi
Badayuang sampan jalan sairiang
Indak tabayang apo nan tajadi
Kolaborasi barongsai jo tari piriang
Taring piring dan barongsai, merupakan kesenian yang berbahaya beresiko tinggi.
Namun, dlihat dari historis barongsai dan tari piring, ada perbedaan yang sangat mencolok. Tari piring, gerakan melambangkan kerjasama warga yang sedang berada di sawah. Koreografinya, meniru cara petani bercocok tanam dan juga menunjukkan rasa syukur saat mereka menuai hasil panen. Intinya, taring piring menunjukkan kebahagian petani, saat memanen menikmati hasil pertanian mereka.
Tari tradisi dari Minangkabau Sumatera Barat ini, sering ditampilkan pada acara kebesaran maupun acara kecil ataupun perayaan di kampung kampung. Tarian ini, dipertunjukkan pada acara adat, bahkan kedatangan tamu tamu adat pada masa dulunya. Sekarang, tari piring sudah menjadi aset pariwisata daerah. Bahkan, juga ditampilkan untuk penyambutan wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke daerah minangkabau.
Tari piring ini, tidak saja melihatkan keindahan gerak dan kekompakan dalam membawakan tarian. Tapi, juga disuguhkan adegan yang berbahaya. Itupun, tak masuk dalam logika, sebab meski menantang bahaya, tak terlihat bekas luka. Gerakan gerakan tari piring, diawali gerak persembahan, singanjuo lalai, mencangkul, mengiang, membuang sampah, memagar, menyemai, mencabut benih.
Selanjutnya, gerakan bertanam, melepas lelah, mengantar juadah, mengambil padi, menggampo padi, menganginkan padi, gotong royong, menampih padi. Dan, ditutupi adegan berbahaya menginjak pecahan kaca. Bahkan, pecahan kaca yang diinjak itu, juga dicucian ke muka penari itu sendiri. Tak terlihat goresan luka. Meski, teriakan histeris mengiring penari yang bergerak diatas pecahan kaca itu.
Padahal, berkas pecahan kaca yang tertinggal di lantai, apabila terinjak kaki, biasanya akan terluka. Darah akan berceceran di lantai. Sehingga, menimbulkan kesakitan yang perih, meski hanya satu kaca yang terinjak. Bayangkan, tumpukan kaca yang terinjak, akan menimbulkan luka besar, sehingga dibutuhkan jahitan menyatukan luka menganga itu. Lantas, kenapa penari piring itu, tak terluka. Inilah yang menjadi keunikan tari piring.
Begitu juga barongsai, disamping memiliki nilai seni yang tinggi, juga sarat resiko. Bahkan, bisa menimbulkan kecelakaan dan menelan korban. Bedanya, tari piring dilatarkan belakangi kebahagian petani, saat memanen padi. Barongsai justru lahir dari rasa ketakutan yang mendalam. Sebab, pertunjukkan identik dengan perayaan imlek itu, berawal dari kisah monster yang menganggu ketentraman warga
Kisah ini, terjadi sekitar 1.500 tahun lalu. Disuatu desa, ada monster mendatangi perkampungan dan menganggu ketentraman warga. Monster yang datang sekali setahun itu, seakan minta korban dan memakan apa saja yang ada dihadapannya. Warga pun tak luput dari sasaran kerakusan monster itu. Namun, rasa ketakutan itu, terbantu saat monster datang, seekor singa tiba tiba menghadang.
Alhasil, monster lari ketakutan. Kenyamanan warga, tak sampai disitu, bahayapun kembali menghancam. Pasalnya, balas dendam dilakukan monster, membuat warga kalang kabut. Sementara, singa yang diharapkan datang membantu tak kunjung datang. Warga pun berpikir, bagaimana menyerupai singa untuk mengusir monster. Akhirnya, warga membuat kostum berbentuk singa untuk mengusir dan menakut nakuti monster.
Usaha warga pun berhasil dan terbebas dari gangguan monster. Sekarang barongsai berkostum singa itu, menjadi tradisi yang mendunia, termasuk juga di Indonesia. Setiap perayaan imlek, barongsai menjadi pertunjukkan yang dinanti nanti masyarakat. Menariknya, barongsai itu, merupakam akulturasi kebudayaan Tionghoa dan Indonesia. Karena, nama barongsai hanya ada di Indonesia, sebab berasal dari kesenian khas Indonesia.
Barongsai perpaduan Bahasa Tionghoa dan Indonesia. Kata barongsai berasal dari kesenian khas Indonesia. Sedangkan, kata Sai merupakan kata dalam bahasa Hokkian yang berarti singa. Makanya, nama barongsai ada di Indonesia. Sebab, dalam bahasa Inggris disebut Lion Dance (Tarian Singa). Untuk warna pakaian barongsai, menurut budaya Tionghoa ada lima warna. Ini melambangkan lima unsur kehidupan.
Kuning, melambangkan bumi, hitam melambangkan air, hijau melambangkan kayu, merah melambangkan api dan putih melambangkan logam. Sementara, berat barongsai mencapai 25 kilogram. Makanya, pemain yang bertugas menjadi kepala barongsai harus kuat untuk memainkan kepala saat beraksi. Kepala barongsai biasanya dibuat dari bubur kertas. Lalu dicat dan ditempel aksesoris lainnya. Satu barongsai terdiri dari dua pemain. Satu menjadi kepala, satu lagi menjadi ekor.
Disamping berkisah, orang orang Tionghoa percaya barongsai bisa mengusir bahaya dan kekuatan gelap. Barongsai juga dipercaya mengusir nasib buruk. Hanya keberuntungan, kebijaksnaan dan umur panjang saja yang datang untuk semua orang. Pertunjukan barongsai identik dengan perayaan imlek yang menyita perhatian banyak orang. Meski, menjadi hiburan bagi semua orang, barongsai pertunjukan yang membahayakan pemainnya.
Sebab, pertunjukkan barongsai, beresiko tinggi. Lalai sedikit bisa berakibat kecelakaan fatal. Beda dengan tari piring, secara visual, terlihat resiko yang akan terjadi saat menginjak pecahan kacang. Namun, diluar logika, tak terlihat goresan luka pada kaki penari. Sedangkan, barongsai, bisa beresiko patah, jika salah langkah. Bahkan, bernasib naas, saat jatuh dari loncatan dari tiang besi ke tiang besi lain. Resiko ini banyak dialami para pemain barongsai, baik saat latihan maupun saat pertunjukkan.
Apalagi, permainan barongsai berlangsung selama 15 menit itu, mempengaruhi stamina pemain. Kekuatan melemah saat memasuki menit ke 15 itu, pemain terasa lelah dan kehilangan konsentrasi, sehingga rentan terjatuh dan terjadi kecelakaan. Apalagi, kekuatan pemain barongsai ada pada kaki dan nafas. Resiko terjadi, bisa jatuh, keseleo dari tiang besi setinggi 2,5 meter itu. Persoalan lain, jatuhnya pemain juga disebabkan miskomunikasi dengan ekor barongsai.
Bayangkan, jatuh dari ketinggian 2,5 meter itu, bisa patah tulang dan retak, akibat terkena benturan besi. Makanya, untuk memainkan olahraga ekstrem ini, butuh keberanian dan kehati hatian. Karena, banyak gerakan akrobat yang sulit dilakukan. Barongsai permain yang selalu ditunggu tunggu dan hiburan yang menyenangkan penonton. Gerakan akrobat mengundang riuh tepuk tangan.
Penonton tak memikirkan resiko dibalik semua itu. Resiko tinggi pemain dibalik riuh tepuk tangan. Terbayang, betapa dasyatnya jika dua kesenian beresiko tinggi itu dikolaborasikan di atas panggung besar. Tentu akan menjadi pertunjukkan menarik dua adegan kesenian beresiko tinggi. Didepan penari piring beraksi dengan injakan pecahan kaca. Dibelakang pemain barongsai meloncat dari satu tiang besi ke tiang besi lainnya.
Gendang mengiringi barongsai dan musik mengiringi tari piring, paduan orkestra menyejukkan telinga. Dua adegan berbahaya ini berpadu dalam satu panggung. Kolaborasi menarik, mengiringi dua kesenian Tionghoa dan Minangkabau. Mungkin, susah diujudkan, tapi tak tertutup kemungkinan dilaksanakan. Tinggal menunggu waktu untuk mewujudkan perpaduan dua seni berbeda negara ini.
Apalagi, pertunjukkan dilakukan sama sama beresiko tinggi dan membuat jantung berdetak kencang. Namun, akan menyajian dua perpaduan kesenian yang luar biasa. Bisakah ini, terwujud. Tentu saja bisa, khan sebelumnya juga dilakukan perwujudan akulturasi masyarakat Tionghoa dan Minangkabau di Kampung Pondok, berabad silam. Saat menyambut Tahun Baru Imlek, Pasar Malam Imlek, menyelenggarakan Festival Cap Go Meh dan Festival Bakcang Ayam Lamang Baluo.
Malah dibuka Walikota Padang, Hendri Septa. Katanya, kegiatan tersebut membuktikan sinergi tiap etnis di Padang dalam membangun negeri. Selain, menjadi kegiatan tetap Dinas Pariwisata Sumbar, Pasar Malam Imlek, pembuka dari sekitar 46 event pariwisata di Kota Padang sepanjang 2023 untuk menyambut Visit Beautiful West Sumatera 2023. Buktinya, juga dimeriahkan pawai besar besaran berupa antraksi barongsai, reog dan kesenian minang dari Jembatan Sitinurbaya menuju Kota Tua.
Artinya, kolaborasi dua kesenian itu, sudah terselenggara pada Pasar Malam Imlek. Dengan menyajikan kesenian dan beragam makanan dari Tionghoa dan Minang. Kedepan, kita berharap adanya perpaduan, kolaborasi dua kesenian beresiko tinggi, barongsai dan tari piring. Menyatukan dalam satu panggung secara bersamaan kesenian yang berbahaya dan beresiko itu. Jika bisa terwujudkan, akan menampilkan pertunjukkan berbahaya yang luar biasa. Tak ada salahnya untuk dicoba. Apalagi, barongsai dan tari piring, kesenian yang telah mendunia.
Penulis
Aldo Ronaldo Novid
Wartawan
Mingguan Investigasi
Investigasionline