PD. PARIAMAN, INVESTIGASI – Komunitas seni di Kabupaten Padang Pariaman menyuarakan kekecewaan mendalam atas kebijakan pemerintah daerah. Sebab, dinilai tidak melibatkan pelaku seni dalam proses perumusannya. Keresahan ini, muncul setelah sejumlah keputusan bersama diambil tanpa partisipasi mereka. Padahal, berdampak langsung terhadap keberlangsungan aktivitas seni dan penghidupan para seniman.
“Kami bukan sekadar pengisi hiburan. Kami menggantungkan hidup dari seni. Mengapa saat kebijakan ditentukan, kami tidak diajak bicara?” ujar salah satu seniman senior, mewakili suara hati komunitasnya.
Ia juga mengatakan, para pelaku seni merasa tersisih dari ruang-ruang kebijakan yang selama ini seharusnya menjadi wadah bersama untuk membangun kehidupan sosial dan seni budaya yang lebih inklusif. Mereka menginginkan keterlibatan nyata, bukan hanya dalam bentuk seremoni atau tampil di panggung-panggung resmi.
“Kami menuntut ruang dialog, bukan sekadar simbolik. Kami ingin berkontribusi dalam merumuskan arah kebijakan seni dan budaya yang adil,” tegas seorang musisi lokal.
Meski kecewa, para seniman masih menyimpan harapan. Mereka percaya masih ada pemimpin yang bersedia membuka telinga dan hati untuk mendengarkan. Karena bagi mereka, seni bukan hanya pertunjukan—seni adalah suara jiwa, denyut nadi kehidupan.
“Jika seni adalah suara jiwa, maka diamnya pemerintah adalah kehilangan sebuah nada,” tutur seorang seniman senior dan menutup pernyataannya dengan harapan yang menggugah.
Komunitas seni Padang Pariaman berharap pemerintah daerah membuka ruang partisipatif yang nyata. Agar seni tak lagi tersisih, dan suara seniman lokal benar-benar hidup. Bukan hanya dalam nyanyian, tapi juga dalam tindakan nyata. Jon/Nv
