
Di nan dalam indak bagalombang
Di nan dangka Indak bariak
Yo bedo calon Walikota Padang
Program gratis nan dipabanyak
Jikok baragiah jo mambari
Indak harok mambaleh jaso
Batanyo juo pagiat seni
Program untuak seniman lai ado
Cando baringin di tangah laman
Batang dipakai tampek basanda
Baharok juo para seniman
Ado rumah tampek berkarya
Bakato indak ka manyanjuang
Mambari jo randah hari
Kami seniman siap mandukuang
Kok lai ado Calon walikota nan paduli
Sejak Taman Budaya Sumbar dirubuhkan tahun 2015 lalu, seniman tidak punya lagi ruang ekspresi. Taman Budaya sebagai rumah seniman, mangkrak, terbengkalai dan dibiarkan begitu saja. Dibiarkan terbengkalainya gedung tersebut, bentuk ketidakperdulian Pemprov terhadap seni dan budaya. Dan, tak mungkin berharap kepada provinsi.
Apalagi, pekerjaan gedung Kebudayaan Sumbar itu, sedang proses hukum. Dan, rangkaian beragam masalah, bakal membuat pekerjaan, makin terbengkalai. Selama itu, seniman kehilangan ‘Rumah’ sebagai ruang tempat berkarya, pengembangan seni dan budaya. Tentu,
Harapan tertitip kepada Pemko Padang sebagai etalase ibukota provinsi. Seiring Pilkada serentak 2024, termasuk Kota Padang, timbul pertanyaan, adakah calon walikota punya program membuat ‘Rumah Seniman’. Sebab, naif rasanya Minangkabau terkenal dengan seni dan budayanya, tak punya ruang untuk seniman berkarya
Sementara dibeberapa provinsi dan daerah di Indonesia punya Rumah Seniman. Misalnya, Rumah Seni Cemeti di Yogyakarta, Galeri Nasional Indonesia di Jakarta, Institut Kesenian (IKJ) di Jakarta, Sanggar Seni Padekan Rahayu di Yogyakarta, Komunitas Seni Rupa (KSRB) di Bandung.
Rumah Seniman ini, memiliki peran penting dalam pengembangan seni dan budaya, terutama di Minangkabau. Karena, disini tempat bagi masyarakat untuk menikmati dan mempelajari seni. Manfaat lain, mendukung perkembangan seni dan budaya. Memberikan ruang bagi para seniman untuk berkarya dan bertukar ide. Mempromosikan seni dan budaya daerah.
Diakui, selama ini kurangnya perhatian dan dukungan pemerintah terhadap seni dan budaya. Terlihat dari dana untuk kegiatan seni dan budaya terbatas, kurangnya fasilitas untuk pertunjukkan dan pameran seni. Kurangnya minat masyarakat dan belum terbiasa menikmati seni.
Kurangnya edukasi tentang seni kepada masyarakat. Persaingan seni modern, seni tradisional tergeser oleh seni modern. Dan, sulitnya, bagi seniman tradisional untuk menjangkau generasi muda. Ini juga menjadi penyebab, seniman minang, mengalami kesulitan dalam berkarya
SMI Wadah Para Seniman
Berpijak pada persoalan tersebut, para seniman membuat organisasi Seniman Minangkabau Indonesia (SMI). Berkantor pusat di Sumbar, SMI menjadi wadah bagi seniman untuk mengembangkan bakat dan berkarya dalam berbagai bidang kesenian.
Baik itu, artis, musisi, aranger, dancer, pelukis, tradisi, photografer, kraf, make up, seni ukir, editing, teather, seni dan budaya minang lain. Kepengurusan dibawah kepemimpinan Jon Comando, Ketua Umum dan Edi Cotok Ketua Harian dan Sekretaris Jenderal Novri Investigasi, juga melibarkan pakar seni dan budaya minang.
Termasuk dari Akademi Seni Kerawitan Indonesia (ASKI) Padang Panjang, sekarang berganti nama Institut Seni Indonesia (ISI). Mereka mau meluangkan waktu, menelorkan ide, berkorban materi demi mengembangkan seni dan budaya minang. Namun, keterbatasan sarana dan prasarana serta tak adanya ‘Rumah Seniman’ menjadi kendala dalam menjalankan roda organisasi
Di Kota Padang persoalan ini, bisa teratasi jika Pemko serius memperhatikan seni dan budaya. Panggung di Pantai Padang, bisa jadi solusi untuk pertunjukkan. Dan, gedung Youth Center, bisa menjadi Rumah Seniman. Disini bisa menjadi ruang bagi seniman berkumpul, bertukar pikiran dan tempat latihan. Menjadi pertanyaan, apakah ada calon walikota Padang yang berminat membangun dan menyediakan ‘Rumah Seniman’ ini. Bersambung
Penulis
Novri Investigasi
Pegiat Seni