Oleh : Aulia
Dosen Unand
Banjir bandang dan longsor yang melanda Sumatera Barat pada 11-12 Mei 2024, yang dikenal dengan istilah “galodo”, telah meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat. Tragedi ini tak hanya merenggut korban jiwa dan harta benda, tetapi juga memicu pertanyaan besar: Apakah ini murni bencana alam, ataukah ada campur tangan manusia yang menjadikannya bencana ekologis?
Para pakar lingkungan dan kebencanaan memiliki beragam pendapat mengenai penyebab galodo di Sumatera Barat. Beberapa teori yang dikemukakan antara lain:
Hujan deras yang turun selama beberapa hari berturut-turut menjadi pemicu utama terjadinya longsor dan banjir bandang.
Daerah perbukitan yang curam dan rawan longsor memperparah dampak hujan deras.
Penebangan liar dan alih fungsi hutan menjadi faktor yang mempercepat erosi tanah dan meningkatkan risiko longsor.
Pembangunan permukiman di daerah rawan bencana, seperti lereng bukit dan bantaran sungai, memperbesar potensi korban jiwa dan kerusakan.
Beberapa pakar lingkungan menyatakan bahwa kombinasi faktor alam dan manusia menjadi penyebab utama galodo. Hujan deras memang menjadi pemicu, tapi kerusakan hutan dan penataan ruang yang tidak berkelanjutan memperparah dampaknya.
Masyarakat perlu dibekali pengetahuan tentang cara menangani bencana dan cara berlindung di tempat yang aman.
Bencana Murni atau Bencana Ekologis?
Menentukan apakah galodo di Sumatera Barat merupakan bencana murni atau bencana ekologis adalah hal yang kompleks. Di satu sisi, faktor alam seperti curah hujan dan topografi memang berperan besar.
Di sisi lain, kerusakan hutan dan penataan ruang yang tidak berkelanjutan memperparah dampaknya dan menunjukkan adanya campur tangan manusia.
Dari informasi terkini, terdapat laporan bahwa kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pembangunan yang serampangan telah berkontribusi pada terjadinya bencana.
BMKG telah memberikan peringatan tentang potensi hujan lebat yang dapat terjadi hingga 22 Mei 2024, yang menunjukkan bahwa faktor alam masih terus berperan dalam risiko bencana. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah preventif dan memperkuat sistem mitigasi bencana.
Fakta Tentang Aliran Sungai dari Gunung Marapi
Para pakar geologi dan bencana telah memberikan analisis mendalam mengenai fenomena aliran sungai yang berhulu dari Gunung Merapi, termasuk Batang Anai yang membelah Lembah Anai.
Mereka menekankan bahwa sungai-sungai ini pada dasarnya adalah jalur aliran lahar dingin dari masa lalu. Ini berarti bahwa ketika terjadi peristiwa seperti erupsi atau curah hujan tinggi, sungai-sungai tersebut secara alami menjadi saluran bagi lahar dingin.
Meskipun informasi ini tersedia, tampaknya masih ada kesenjangan pengetahuan di antara masyarakat dan pemerintah lokal. Banyak pembangunan rumah dan perumahan yang dilakukan di dekat aliran sungai ini, tanpa mempertimbangkan risiko yang ada.
Hal ini menyebabkan kerentanan yang tinggi terhadap bencana lahar dingin, seperti yang terjadi baru-baru ini, yang menimbulkan banyak korban.
Pembangunan di dekat aliran lahar dingin memiliki dampak yang signifikan. Ketika lahar dingin meluap, ia dapat menghancurkan rumah, ladang, dan infrastruktur lainnya dengan sangat cepat⁵. Selain itu, lahar dingin yang mengalir dari gunung akan mengendap di sungai, menurunkan kapasitas tampungan sungai dan meningkatkan risiko banjir.