Jangan Lihat Buku dari Sampulnya, Jangan Pilih Caleg dari Pencitraannya

Spread the love

“Don’t Judge a book from its cover”. Jangan melihat buku dari penampilan luar, tapi lihat isinya”

Andam sarasah namo lagunyo

Lagu bakisah kasih jo sayang

Usah liek buku dari sampulnyo

Basabab takicuah di nan tarang

Kini jalan lah basimpang duo

Dek cinto babaluik duto

Pileg  lah makin dakek juo

Satiok mambagi tantu ado maunyo

Dulu kito sairing sajalan

Kandak rang tuo nan mamisahkan

Usah tadayo jo pencitraan

Janji manih basalimuik rayuan

Pemilu sudah didepan mata. Caleg petahana maupun Caleg baru mulai bergerilya. Turun kelapangan dengan segala pesona. Bahkan, mempoles diri layaknya buya. Poto di baliho dan ke mesjid/mushalla berselempang kain didada. Padahal, sebelum jarang bertemu warga. Sombongnya luar biasa

Caleg yang berlagak baik, belum tentu jadi pilihan. Sering berbagi saat turun kelapangan belum tentu meraih  tujuan. Tanpa diiring branding atau pencitraan. Berbuat dan berbagi kepada warga,  bukan saat Pemilu saja.  Ada pencitraan mengiringi niatnya. Apalagi, diekspos besar besaran. Karena, ada niat apa yang dilakukan, menarik simpati dan pujian warga.

Begitu juga Caleg pencitraan. Kurang berbagi, tapi kegiatan sosial dan keagamaan dijadikan modal menarik simpatisan. Pemilih tradisional menjadi tujuan. Sebab, pemilih tradisional, masih berakar keagamaan. Mesjid dan mushalla  dijadikan untuk pencitraan. Berharap pujian dari warga. Dan, menarik simpatik warga demi mendapatkan kursi

Sekarang warga sudah cerdas.  Pencitraan, hanya bertujuan untuk mengharapkan suara mereka. Meraih kursi  menjadi tujuan semata. Begitu juga Caleg pencitraan, hanya berharap suara warga. Setelah terpilih, tak terlihat perubahan. Bahkan, pencitraan berlanjut dengan acara seremonial.

Jangan melihat buku dari sampulnya. Buku bagus itu tergantung pada isinya. Cover yang bagus belum tentu isinya bagus. Cover sederhana, kadang isinya, lebih bermakna dan enak dibaca. Jangan lihat Caleg dari pencitraan  semata. Jangan nilai Caleg saat Pemilu berubah penampilan layaknya buya. Apa yang dilakukan, pasti ada tujuan. Harus jeli melihat dan cerdas menilai apa yang mereka harapkan.

Ingat, mereka punya segudang perlengkapan untuk membangun pencitraan dirinya. Dampaknya, sekecil apapun dilakukan, akan terlihat besar. Begitu Kalaupun dilakukan sangat besar, akan dibesarkan besarkan. Sehingga Gemanya, memecah hiruk pikuk gelangggang. Tak puas, ia pun ikut mempromosikan diri dan kerjanya nyata didunia maya. Seakan, hanya ia yang berbuat untuk warga

Pencitraan, tujuannya sama, menarik simpati warga untuk memperoleh kursi.  Itu bolah saja, karena bagian dari politik. Alangkah, eloknya pencitraan diiring dengan sikap yang baik ditengah masyarakat. Bukan menjadi kesombongan dan membesar besarkan bantuan diberikan kepada warga. Kerja keras dan cerdas, mungkin lebih menarik hati warga

Begitu juga politik pencitraan, menjadikan agama sebagai landasan. Juga harus diiringi kerja nyata . Seiring sejalan perkataan dan perbuatan. Bungkusan agama juga disertai, kepedulian kepada warga. Bukan setelah meraih kursi, warga terlupakan. Padahal, kursi yang diperoleh, karena warga. Diharapkan,  2024 nanti, warga lebih cerdas lagi dalam menentukan pilihan. Jangan melihat buku karena bagus sampulnya.

Penulis

Novri Investigasi

More From Author

Kolaborasi Pemuda Pancasila Sumbar dengan Korem 032/Wrb :  Berbagi Takjil di Bulan Ramadhan

Himbauan Kapolres Payakumbuh Jelang Lebaran Idul Fitri 1444 Hijriah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ADVERTISEMENT