Diakui atau tidak, mau percaya atau tidak, ya terserah. Biaya untuk menjadi kepala daerah itu, sangat mahal. Bahkan, bisa mencapai puluhan – sampai ratusan miliyar. Sementara, gaji diterima tak sebanding dengan pengeluaran untuk mengejar kekuasaan. Tapi, kok berlomba lomba menjadi kepala daerah. Bukankah, menjadi kepala daerah, bentuk pengabdian kepada daerah. Bukan menjadi sumber mata pencaharian
Bayangkan saja, jika seorang kepala daerah terpilih dan berharap jabatan sebagai sumber mata pencaharian. Tentu, terpikirkan, bagaimana cara mengembalikan biaya kekuasaan yang tinggi. Apalagi, saat maju ada pihak ketiga yang menanggulangi biaya. Jika terpilih nanti, pasti ada kompensasi yang dijanjikan.
Disini, dilemanya menjadi kepala yang tak punya usaha lain dan berharap jabatan sebagai sumber mata pencaharian. Setelah terpilih akan berpikir bagaimana mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan. Dan, bagaimana, menanggulangi janji kepada pihak ketiga sebagai pemodal.
Ironisnya lagi, menggunakan jabatan untuk memperkaya diri sendiri, keluarga, golongan dengan cara memanfaatkan anggaran APBD. Seperti, keluarga dan kolega bermain proyek atau bermain fee mengkondisikan proyek dan perizinan.
Belum lagi, melakukan berbagai cara mengembalikan biaya politik yang tinggi itu. Tak sampai disitu saja, bagaimana mengumpulkan dana lagi untuk priode kedua. Wajar, mereka berani secara instan mendapatkan uang. Salah satu cara, ya bermain proyek atau berharap fee dari proyek.
Kadang masalah pun timbul, kue proyek terbatas, harus berbagi dengan wakil. Ini salah satu penyebab, ditengah jalan, terjadi perpecahan dengan wakil. Karena, pembagian tak merata. Apalagi, mereka hanya berharap APBD sumber mata pencaharian. Tanpa ada usaha lain, menutupi kebutuhan.
Slogan saat kampanye, meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengatasi pengangguran, mengejar ketertinggalan dari daerah lain, hanya pemanis kata. Sementara, terpikirkan bagaimana mengembalikan modal, membayar hutang dan tetek bengek lainnya. Ini menjadi penyebab pembangunan suatu daerah menjadi stagnan
Kita tak perlu menutup mata dan ini sebuah realita. Banyak kepala daerah tersangkut kasus korupsi, tangkap tangan. Sebab, mereka hanya berpikir pragmatis, demi kepentingan diri sendiri dan memperkaya diri sendiri, melalui jabatan sebagai kepala daerah. Terpikirkan oleh mereka apa yang bisa diperoleh, bukan apa yang dapat dilakukan.
Penulis
Novri Investigasi