Oleh
Musfeptial
Peneliti Ahli Madya
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Pendahuluan
Penemuan awal daun teh di dunia merupakan sesuatu temuan yang tidak disengaja oleh seorang Kaisar Cina bernama Shen Nong.
Ia merasakan badannya tidak enak. Lalu berusaha mencari tanaman yang dirasa bisa memulihkan keadaannya. Sebelum mendapatkan tanaman tersebut, ia istirahat di bawah sebatang pohon sambil merebus air.
Pada saat merebus air tersebut jatuhlah beberapa helai dun kebejananya. Namun, ia membiarkan saja. Setelah meminum air rebusan yang didalamnya ada daun tersebut badannya merasa segar. Sejak itulah ia selalu meminum rebusan daun tersebut sebagai penyegar dan penghangat badan. (https://www.cnnindonesia).
Kemudian orang menamakan daun tersebut dengan sebutan daun teh yang dalam bahasa latin nyacamellia sinensis.
Sementara itu, keberadaan teh di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari penjajah Belanda yang sekitar tahun 1680-an memperkenalkan tanaman teh di Pulau Jawa.
Bahkan, F. Valentijn, seorang Belanda mencatat 1694, bahwa ia melihat tanaman teh ditanam di sekitar halaman rumah Gubernur Jenderal VOC, Camphuys, di Batavia (CNN Indonesia).
TEH PAUH
Masyarakat Minangkabau merupakan masyarakat komunal yang dengan system keluarga besar, pola matrilineal yang besar dibuktikan dengan tidak adanya orang Minang mengenlistilah kata sepupu sekali, sepupu dua kali, sepupu tiga kali, sampai sepupu empat kali (seperti orang Melayu). Dengan pola ini tentunya interaksi sosial terjalin dengan baik dalam lingkungan keluarga yang besar.
Sebagai wahana interaksi, peran lapau menjadi penting dalam masyarakat Minangkabau. pada Masyarakat Pauh (Pauh V dan Pauh IX) lapau menjadi tempat yang penting juga dalam berinterasi sosial. Minuman mereka tidak hanya sekadar kopi, teh manis atau teh talu. Akan tetapi, ada minuman yang identik dengan masyarakat Pauh, yaitu Teh Pauh.
Teh Pauh merupakan teh bubuk yang diletakkan dalam gelas yang tinggi dan bertangkai yang dicampur dengan gula pasir. Kemudian, dimasukkan air panas yang mendidih.
Sehingga aroma teh sangat terasa. Pada masa lalu, banyak lapau legen yang penuh kenangan, dijadikan tempat minum kopi bagi masyarakat Pauh (siampekbaleh). Lapau Mukhtar di Watas Pisang, Lapau Muchutar di Binuang, Lapau Marayam di Jalan Tunggang, Lapau Amak Taibah dan Lapau Pak Muad di Simpang Koto Tingga, Lapau Pak Iyin di Simpang Pasi, Kapalo Koto, dan Lapau Marama di Gunuang Nago merupakan beberapa contoh lapau yang digunakanan sebagai tempat minum pagi, sore, maupun malam bagi orang tua pada masa lalu oleh masyarakat mudik.
Dilapau, selain minum Teh Pauh mereka juga akan menikmati kue tradisional yang khas, seperti katan dengan goreng pisang, goreng godok, atau kue mangkuk, serta lontong dan pical yang khas dengan sayur jantung pisang.
Uniknya, siang hari lapau-lapau tersebut kadang menyajikan juga pangek kaladi yang khas dengan kuah dan warna kuningnya.
Pada pagi hari, akan banyak orang tua yang minum di lapau. Tentunya bukan mereka tidak disiapkan minuman di rumah oleh istrinya.
Akan tetapi, di sinilah terjadi interaksi bagi masyarakat Pauh. Ada yang khas dan unik bagi masyarakat yang minum Teh Pauh pagi di lapau-lapau tersebut.
Di awal, mereka memesan segelasTeh Pauh. Lalu mereka aduk sedikit, karena memang khasnya orang lapau tidak mengadukkan minuman tersebut. Kemudian, Teh Pauh diminum sekitar seperempat gelas, lalu mereka minta tambah lagi air panas dengan dalih tehnya terlalu pahit.
Lalu mereka minum lagi, nanti mereka akan minta tambah air lagi dengan dalih lain lagi. Bisa jadi karena sudah diaduk semua gulanya maka terlalu manis menjadi alasan. Gaya yang khas ini sudah menjadi tradisi minum Teh Pauh. Semua yang ada di lapau, baik sipembeli maupun sipenjual sudah paham dengan pola ini.
Orang lapau akan selalu menyidikan air yang mendidih di tempat merebus air. Biasanya, orang yang minum di lapau akan hadir setelah mereka salat subuh di Surau atau Masjid. Dari tempat ibadah tersebut mereka langsung kelapau dan pulang sekitar pukul 09-an WIb.
LAPAU DAN INTELEKTUAL
Selain sebagai wahana yang menarik untuk berinteraksi, lapau juga berfungsi sebagai sarana sosial kemasyarakatan. Di sana bertemu satu kawan dengan kawan yang lain. Bercerita tentang hal-hal tentang pertemanan mereka. Bisa jadi tentang masa lalu atau masa yang akan datang.
Selain itu, lapau juga berfungsi sebagai tempat mengasah intelektual bagi masyarakat. Diskusi tentang apa pun ada di sini. Bahkan, ada candaan “bahwa kasus saja belum sampai kepihak penegak hukum akan tetapi di lapau sudah diputus siapa yang menang dan kalah”
.
Tentunya dengan pemahaman dan persepsi mereka masing-masing. Itulah keunikan lapau. Namun demikian, secara logika di sinilah intelektual berdebat dan berdialog orang Minang diasah selain diskusi di surau pada masa lalu.
Dari lapau tentu akan lahir para jago berdiskusi, berdialog, jago lobi dengan logika yang sesungguhnya logis juga. Tentu kesemuanya itu hanya dilakukan oleh seorang laki-laki karena hanya laki-lakilah yang bisa duduk di lapau sebagai tempat minum. Hal ini juga logis karena tidak elok bagi seorang laki-laki Minang untuk berlama tinggal di rumah Istria palagi di rumah orang tua karena di sana ada adik ipar atau abang ipar.