Pilkada serentak Kota Padang, sudah bergema. Para kandidat, sudah mendaftar di beberapa partai. Kadang, satu partai, satu bendera, ikut berpacu mengambil formulir. Sambil menunggu evaluasi dan verifikasi partai, para kandidat pun mengeluarkan jurus menarik perhatian partai
Program unggulan, visi dan misi pun diluncurkan, jika dipercaya mendapat amanah partai untuk maju pada Pilkada 2024 nanti. Infrastruktur, pendidikan, ekonomi kerakyatan, UMKM, sosial budaya, menjadi cerita saat mempromosikan diri. Sayang tak satupun cerita yang mengupas beragam persoalan yang terjadi di Kota Padang
Terutama maraknya permainan illegal yang berpotensi mengembos Pendapatan Asli Daerah (PAD) demi kepentingan dan Pendapatan Asli Diri Sendiri (PAD). Salah satunya, kafe ilegal yang puluhan beroperasi di Kota Padang dan ratusan juta uang beredar tiap malam. Sayang, lepas dari jangkauan PAD dan hanya menguntungkan oknum tertentu.
Padahal, kafe itu, termasuk pajak hiburan. Dan, pajak hiburan terbesar diantara pajak lain. Jika dilihat perolehan PAD Kota Padang, pajak hiburan merupakan tempat strategis untuk mendatangkan PAD. Karena, pajak hiburan itu mencapai 75 %. Dan, tertinggi dibanding pajak lainnya. Ini terlihat dari Perda No. 4 Tahun 2011, Tentang Pajak Hiburan. Bab II menyebutkan nama, objek, subjek dan wajib pajak.
Pasal 2, berbunyi dengan nama pajak hiburan dipungut pajak atas penyelenggaraan hiburan dengan memungut bayaran. Pasal 3 ayat 1, berbunyi, objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Ini diperkuat Bab III, Dasar Pengenaan Tarif dan Cara Penghitungan Pajal. Pasal 6 menyebutkan, besarnya tarif pajak yang dikenakan untuk masing masing objek pajak sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat 2.
Rincian pajak hiburan, untuk tontonan film 10%, pagelaran musik, tari dan busana 20%, kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya 35%, pameran 10%, diskotik, karaoke, klab malam, music room, cafe musik dan sejenisnya 75 %, sirkus, akrobat dan sulap 10%, permainan bilyard 20%, golf dan bowling 25%.
Selanjutnya, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan 20 %, pacuan kuda 10 %, mandi uap/spa 35 %, panti pijat dan refleksi 10%, pusat kebugaran (fitnes centre) 15%, pertandingan olahraga 10 %. Nah, dilihat dari besaran pajak yang diterima paling tinggi pajak diskotik, karaoke, klab malam, music room, cafe musik dan sejenisnya mencapai 75 %.
Sekedar ilustrasi, kafe ilegal berbau maksiat bagian dari bisnis menjanjikan. Walau harus main kucing kucingan dengan aparat ataupun langsung dibeking oknum aparat. Razia hanya seremonial, dan tetap beroperasi tiada yang dapat menghentikan. Razia, hanya untuk menghimbau datang ke kantor. Berdalih mengambil barang sitaan. Ujung ujungnya, tak perlu diceritakan.
Ada puluhan kafe ilegal yang beroperasi dan ratusan juta uang beredar setiap malam. Mulai dari Jalan Hiligoo, Pondok, Nipah, Simpang 6, Muaro. Gemerlap cahaya kafe, suara dentuman musik, ladies berpakaian seksi mengiringi perjalanan malam di kafe ilegal itu. Puluhan pelayan kafe, peneman tamu yang datang, berpakaian seadanya, ikut mengais reseki.
Minuman keras, bir dan sejenisnya, menjadi teman pesta, diiringi musik yang keras. Pelukan seakan menjadi bagian dari hiburan di dunia malam itu. Bagi tamu yang datang, sudah siap dengan segepok uang untuk dihabiskan bersama wanita yang menemani. Dalam kafe ilegal itu, di hall tersedia beberapa meja. Dan, juga beberapa room. Bayangkan, berapa uang beredar tiap malam untuk mereguk kenikmatan. Bersambung
Penulis
Novri Investigasi