Penulis
Richard Akbar
Disini tidak mengupas persyaratan menjadi kepala daerah, karena sudah diatur Undang undang, peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan ketentuan lainnya. Itu sudah baku.
Kini terlihat bersilweran wajah wajah bakal calon kepala daerah yang akan memimpin propinsi, kota dan kabupaten di seluruh tanah air.
Tidak hanya terlihat berkibar di berbagai persimpangan jalan, tetapi juga di Medsos, televisi dan media cetak dengan berbagai tema promosi dirinya.
Dengan penampilan wajah diberbagai media tersebut itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan punya niat yang besar untuk menjadi pemimpin di daerah yang ditujunya. Baik jadi gubernur, bupati maupun walikota.
Meskipun masih dingin, tetapi “gairahnya” Pilkada sudah terasa dimana mana, baik dalam proses pencarian Parpol pengusung, dan mencari cari cari pasangan yang cocok,
Bahkan sejumlah bakal calon sudah mulai ambil ancang ancang, sepertinya menemui masyarakat, melakukan loby loby, pendekatan (PDKT), dan menebar janji janji bila terpilih.
Intinya saya akan berbuat begini, begitu yang sesuai harapan masyarakat, bila saya terpilih, katanya.
Janji janji dan tekad tersebut tentu sangat baik sekali bagi masyarakat.
Yang beruntung, tidak hanya masyarakat secara umum, tentu juga orang perorang dari segi rasa. Bila ada pembangunan/ pembenahan infrastruktur di dekat lingkungannya.
Masyarakat memang sangat berharap adanya kepala daerah yang difinitif, dengan suasana dan harapan baru.
Bila dilihat jelimet, bakal calon yang muncul sast ini dari berbagai latar belakang.
Ada yang berasal mantan kepala daerah (KDH), dokter, mantan anggota dewan, dokter, pengusaha, kalangan perguruan tinggi/ pendidikan, praktisi hukum, alim ulama, pemuka adat dan yang lainnya.
Secara garis besar bakal calon itu bisa terbagi dua kategori yaitu, dari kalangan mantan kepala daerah, dan dari kalangan pendatang baru dengan berbagai latar belakang pendidikan.
Dari “oto ota” kampung, masyarakat bertanya, mana yang baik calon itu dari para mantan KDH, atau pendatang baru.
Sulit menjawab pertanyaan tersebut. Karena kedua kategori calon itu sama sama hebatnya dari segi kemampuan.
Buktinya mereka berani tampil dan berminat besar untuk menjadi kepala daerah, tentu telah siap dengan segala halnya, skill, visi misi, program kerja, money, dan lainnya.
Begitu pula halnya dengan mantan kepala daerah, dia tentu sudah sangat berpengalaman, banyak makan “asam garam”, terlatih, selama menjadi KDH, sudah terlihat sepak terjangnya meskipun ada plus minusnya.
Yang jelas “lakek tangannya” sudah tampak” dan dirasakan serta dinikmati masyarakat dimana dia menjadi KDH waktu itu
Mantan KDH mereka sudah banyak konstituen, karena selama lima tahun berada di tengah tengah masyarakatnya. Tetapi pendatang baru tentu masih dalam meraba raba. Kalau toh ada konstituen tentu barangkali tidak sebanyak para mantan KDH, barangkali.
Begitu kira kira hitung hitungnya diatas kertas.
Kedua katagori tersebut tentu ada.plus minusnya, namun semua berpulang kepada konstituen (pemilih).
Begitu pula sebaliknya, meskipun Balon KDH banyak yang tergolong pendatang baru, mereka barangkali punya setumpuk pengalaman, trick record, akuntabiltas/ banyak nilai baiknya, banyak konstituen, punya integritas dan lainnya.
Tentu bisa jadi yang terbaik dalam Pilkada.
Jadi kesimpulannya, anda pilih yang mana, kiri, kanan, atau tengah tengah saja. Tentu
Yang terbaik dari yang baik.
Masyarakat semakin cerdas dan sangat tau mana yang terbaik baginya.
Biar tempat pemungutan suara (TPS) ” bicara sendiri”.
Para pemenang harus siap dengan visi misi, program kerja. Bawa “dollar” dari pemerintah pusat dan investasi besar ke daerah.