
Bicara masalah Pedagang Kaki Lima (PKL), banyak anekdot mengiringi pedagang yang sering menjadi korban penggusuran dan pengusiran.
Sebut saja, PKL merusak dan menganggu estetika kota. PKL membuat Kota Semrawut. PKL menyebabkan kemacetan lalu lintas. Dan, segudang istilah lain menyertai keberadaannya.
PKL dari waktu ke waktu terus diburu. Penggusuran dan pengusiran derita dialami sepanjang hari. Tanpa solusi dan sering menimbulkan masalah, PKL menjadi menjadi korban penertiban.
Bahkan, sampai menjadi korban kekerasan. Berkelahi dengan waktu, menantang kerasnya kehidupan. Walau apa yang didapat hanya sekedar makan. Berdalih tak taat aturan, berdagang ditempat terlarang.
Main kucing kucingan, juga dilakukan agar terhindar dari penggusuran. Mereka selama ini hanya dianggap bagian dari masalah perkotaan dan penganggu kenyamanan
Berdagang dalam kegamangan, disebabkan menjadi objek penertiban Satuan Polisi Pamong Praja (Sat Pol) dan aparat keamanan. Menjadi ‘ladang’ bagi oknum dan preman
Baik saat menempati lokasi yang harus menyetor ke oknum. Dan, ketika mengambil barang dagangan dibawa saat terjadi razia. Derita tak kunjung usai, PKL ‘sabana marasai’
Fenomena PKL di Kota Padang
Di Kota Padang, Kota Bingkuang, Kota Tercinta Kujaga dan Kubela, persoalan PKL ‘drama’ yang tak kunjung usai. Setiap episode menampilkan adegan yang mencekam.
Bentrokan dilapangan, adu mulut, caci maki, saling dorong dan adegan lain menjadi tontonan menegangkan saat dilakukan penertiban. Emak emak menjadi peran utama, menghadang petugas saat melakukan penertiban
Tahun baganti, musim batuka, persoalan PKL masih menghiasi suasana kota. Sudah beberapa kali berganti walikota, persoalan PKL tak kunjung reda. Adegan bersambung dari waktu ke waktu, bak drama Korea
PKL ada dimana mana. Tidak saja di Pasar Raya, juga dibeberapa titik keramaian lain, seperti di lokasi wisata. Menantang badai, melawan arus, menanggung resiko penertiban, begitulah drama kehidupan dijalankan
PKL tetap ada, walau menjadi cerita duka. Mereka juga manusia, punya hati dan punya rasa. Mencari sesuap nasi menghidupi keluarga. Keberadaan mereka seusia peradaban kota
PKL bagian dari denyut nadi perekonomian perkotaan dari sektor informal. Walau kehadiran mereka tak dianggap. Saatnya, kita memberi ruang kepada mereka.
Menggusur dan mengusir PKL, bukan lagi solusi. Buktinya, keberadaan mereka tetap saja ada. Langkah cerdas perlu dilakukan. PKL harus disembuhkan, dibersihkan. Ditata sehingga keberadaan mereka menjadi bagian dari kota yang sehat dan estetika. Bersambung
Catatan
Novri Investigasi



Trading in uncertainty, due to being the object of the order of the Civil Service Police Unit (Sat Pol) and security forces. Becoming a ‘field’ for individuals and thugs