Oleh : Novri Investigasi
Ka muaro aia mangalia
Di Pantai bagaluik ombak
Co iko bana nasib wakia
Sanang dek inyo, sudah dek awak
Janiah aia batang Kuranji
Mangalia aia dari Gunuang Nago
Indak samo rato, jikok babagi
Nan pangguang bakato inyo
Lapau panjang Danau Cimpago
Tugu Marpati tagak manjago
Dek pandai manyimpan raso
Warga manilai mesra juo
Kapa basanda di Muaro
Tasabuik juo Kota Tuo
Daripado manangguang seso
Dicubo paruntungan di Pilkada nan ko
Gaung Pilkada Serentak 2024, mulai bergema. Hampir seluruh provinsi, kabupaten/kota terbawa hiruk pikuk pesta demokrasi lima tahunan ini. Termasuk di Sumbar, juga kabupaten dan kota. Pendaftaran calon Kepala Daerah (Kada) sudah dibuka. Mengambil formulir dan pendaftaran juga telah dilakukan.
Menarik, dibeberapa kabupaten/kota persaingan kepala daerah dan wakil juga terjadi. Dulu seiring sejalan, sebiduak sedayuang, kini pacah raso, barabuik jadi urang partamo. Bahkan, ada yang satu partai dan berpacu mendapatkan rekomendasi pusat. Sungguh menarik untuk ditunggu.
Diakui, selama ini, di provinsi, kabupaten/kota manapun, ada persaingan tak sehat antara kepala daerah dan wakil. Bahkan, setahun berjalan jabatan, sudah pecah kongsi dan beralih hati. Penyebabnya, wakil sering tak diberi kesempatan. Hanya sebagai pelengkap penderita, tanpa diberi peluang bekerjasama.
Padahal, sesuai Undang undang, wakil mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam pelaksanaan pemerintahan. Memberikan pertimbangan dan masukan. Menjalankan tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah. Kenyataan terjadi, kepala daerah mendominasi, panggunh dikuasai, wakil gigit jari
Bahkan, dipenghujung jabatan, kepala daerah makin arogan. Segala kegiatan, termasuk menemui warga dilapangan, dilakukan sendirian tanpa melibatkan wakil. Sangat kentara sekali, saat bulan Ramadhan. Bertajuk Safari Ramadhan, kepala daerah jalan sendirian, membantu menggunakan Baznas dan APBD di mesjid dan mushalla
Begitu juga membagikan Bansos, kepala daerah ‘one man show’ Melenggang membagikan jatah kepada warga. Wakil hanya melihat dari jauh saja. Termasuk, jika ada acara dengan warga, dipupuah sendiri oleh kepala daerah. Padahal, ditengah kesibukan itu, seharusnya bisa berbagi dengan wakil yang juga menjadi tugasnya
Paling tragis, pecah kongsi terjadi, saat berbagi ‘kue proyek’, kepala daerah melalui ‘kepala daerah malam’ mengkondisikan sendiri. Ujung ujungnya ada fee untuk setiap proyek yang dilelang dan akan dikerjakan. Lagi, wakil gigit jari. Padahal, sama maju bersama, biaya ditanggung berdua. Saat duduk, hasil dinikmati sendiri.
Ada juga saat Pilkada, petahana mencari wakil yang tajir. Dengan maksud biaya ditanggung lebih oleh wakil tajir itu. Setelah duduk, wakil mulai tersingkir. Kalaupun ada peluang, itu hanya sisa sisa yang diterima. Ujung ujungnya, perpecahan terjadi, wakil kembali gigit jari.
Lama beriringan, satu priode berjalan berdua, wakil yang merasa terzalimi, tak ingin lagi menjadi orang nomor dua. Bahkan, pada Pilkada Serentak 2024 ini, ada juga persaingan antara kepala daerah dan wakil. Majunya, wakil itu, memang bagian dari pengabdian dan ingin lebih leluasa bergerak membangun negeri. Dibalik semua itu, ada rasa dendam dan sakit h