
Oleh : Novri Investigasi
Bukan Pengamat Politik
‘Jangan terlalu latah dengan program gratis gratisan. Ingat, PAD Kota Padang, tak lebih Rp650 Miliyar’
Dilihat dari visi dan misi Walikota dan Wakil Walikota Padang, hanya terkesan ‘rancak di kertas’ namun susah untuk diwujudkan. Menariknya, merekapun latah dengan program gratis gratisan. Padahal, Pendapatan Asli ( PAD) Kota Padang masih dibawah Rp650 Miliyar. Apakah, ini bisa diwujudkan atau sekedar menarik simpatik warga
Adu prestasi dan kinerja juga mengiringi para Calon Walikota dan Wakil Walikota. Bahkan, ada juga yang ingin mengembalikan Kejayaan Kota Padang dan berbagai program yang kadang diluar logika. Tapi, dengan penuh keyakinan, tanpa didukung anggaran, mereka menjual program yang sulit untuk diwujudkan.
Menariknya, diantara visi dan misi, program ketiga pasangan kontestan, Muhammad Iqbal – Amasrul, Fadly Amran – Maigus Nasir dan Hendri Septa – Hidayat, tak terlihat solusi bagaimana meningkatkan PAD untuk menunjang visi dan misi mereka, jika terpilih nanti. Salah satunya sektor hiburan. Padahal, Kota Padang menuju Kota Metropolitan bertaburan tempat hiburan ilegal yang beredar setiap malam.
Pajak Hiburan 75%
Tempat hiburan berkedok karaoke berbungkus Maksiat itu, rata rata tak punya izin. Namun, ratusan juta uang beredar setiap malam. Itupun tak masuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), siapa diuntungkan. Sekedar mengingatkan, pajak hiburan mencapai 75%, jauh lebih tinggi dibanding pajak lain. Dan, sangat strategis untuk mendatangkan PAD.
Ini terlihat dari Perda No. 4 Tahun 2011, Tentang Pajak Hiburan. Bab II menyebutkan nama, objek, subjek dan wajib pajak. Pasal 2, berbunyi dengan nama pajak hiburan dipungut pajak atas penyelenggaraan hiburan dengan memungut bayaran.
Pasal 3 ayat 1, berbunyi, objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Ini diperkuat Bab III, Dasar Pengenaan Tarif dan Cara Penghitungan Pajal. Pasal 6 menyebutkan, besarnya tarif pajak yang dikenakan untuk masing masing objek pajak sebagaimana dimaksud pasal 3 ayat 2.
Rincian pajak hiburan, untuk tontonan film 10%, pagelaran musik, tari dan busana 20%, kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya 35%, pameran 10%, diskotik, karaoke, klab malam, music room, cafe musik dan sejenisnya 75 %, sirkus, akrobat dan sulap 10%, permainan bilyard 20%, golf dan bowling 25%.
Selanjutnya, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan 20 %, pacuan kuda 10 %, mandi uap/spa 35 %, panti pijat dan refleksi 10%, pusat kebugaran (fitnes centre) 15%, pertandingan olahraga 10 %. Nah, dilihat dari besaran pajak yang diterima paling tinggi pajak diskotik, karaoke, klab malam, music room, cafe musik dan sejenisnya mencapai 75 %.
Tak Masuk PAD, Siapa Diuntungkan
Menariknya, meski pajak tertinggi yang bisa meningkatkan PAD ini, beberapa tempat hiburan malam, seperti kafe ilegal, justru tak menghasilkan PAD. Malah, dimanfaatkan oleh oknum oknum yang bermain dibisnis hiburan ilegal itu. Memang ada razia, tapi formalitas saja. Kafe ilegal itu tak kunjung padam. Karena, pemilik kafe ilegal ‘Rajin manyiram’
Bahkan, razia itu, menjadi momok yang menakutkan bagi tamu. Meski, di karaoke, musik room dan musik cafe yang punya izin. Bayangkan saja, saat razia disaksikan keramaian dan sorotan kamera membuat tamu trauma. Apalagi, pemandu karaoke, tentu ada kegamangan untuk keluar melayani tanu. Sebab, Sat Pol PP bagi mereka, sosok yang sangat menakutkan. Akibatnya, razia itu berpengaruh pada tamu yang datang dan berimbas kemasukan pemilik hiburan itu.
Legalkan atau Berantas Habis
Sepinya tempat itu, berimbas juga kepada PAD. Karena, setiap makanan, minuman, tempat, room dibayar ada billnya. Dan, ada persentase untuk PAD. Itupun tertera secara online di komputer. Wajar saja, ini menjadi polemik Sat Pol PP dan Bapenda. Dan, ini menjadi perang urat syaraf dua OPD. Padahal, dirazia itu, merupakan pajak tertinggi yang mampu menaikkan PAD.
Sisi lain, karaoke, music room dan music kafe yang tak punya izin, menjadi sasaran razia setiap hari. Teguran, penyegelan, panggilan dan penyitaan dilakukan, namun tak ada efek. Dan, terkesan hanya sandiwara. Buktinya, kembali beroperasi, seakan razia hanya sekedar aksi, tanpa solusi. Sebab, razia selalu dilakukan pada tempat yang sama dan lokasi yang sama. Lalu, apa guna razia dilakukan, kalau sekedar kamuflase saja.
Tak bisa dipungkiri, setiap usaha hiburan tak memiliki izin, pasti ada yang melindungi. Buktinya, meski sudah dirazia, tetap beroperasi kembali Lalu, bagaimana solusinya agar dunia hiburan tetap jalan dan PAD makin meningkat. Bisa juga yang tak punya izin, juga diwajibkan memakai bill dan ada persentase untuk daerah, bukan untuk oknum.
Izin yang menjadi masalah selama ini, disebabkan lokasi tak boleh berdekatan dengan mesjid/mushalla, sekolah dan rumah warga dan punya lahan parkir, perlu dievaluasi. Daripada razia terus, berpengaruh kepada tempat hiburan punya izin dan menguntungkan oknum yang bermain dibalik tempat hiburan tak berizin. Kenapa tidak dibenahi saja
Ingat, Kota Padang, banyak dikunjungi tamu berbagai kegiatan. Baik dari provinsi lain, maupun kabupaten/kota di Sumbar. Mereka datang ke Padang, tentu mencari tempat hiburan, melepas rasa letih dan kelelahan. Namun, keinginan mereka tertahan, karena seringnya razia.
Untuk apa pajak ini tertinggi menghasilkan PAD, sementara ruang gerak pengusaha dunia hiburan ini, terhalang oleh razia yang membuat tamu dan pemadu karaoke ditempat hiburan berizin. enggan untuk datang. Karena, mereka trauma dengan kata razia. Apalagi, melihat sorotan kamera dan tayang di TV lokal maupun nasional.
Perlu kita pikirkan dan mencari solusi, kalau ingin meningkatkan PAD, terutama pajak hiburan. 75 %, angka tertinggi dibanding pajak hiburan lainnya. Atau kalau memang tak bisa diberi izin, berantas saja, daripada dimanfaatkan oknum untuk meraup keuntungan didunia hiburan malam. Ini menjadi PR bagi Walikota mendatang. Siapapun yang terpilih, perlu mencarikan solusi, ditengah maraknya kafe ilegal yang juga menjadi arena prostitusi.