
Parak Karakah basimpang jalan
Luruih jalan ka Pauh Limo
Usah dunsanak maraso heran
Dinasti politik di Sumbar ado juo
Banda Buek rami nyo oto
Rami dek urang pai balanjo
Dek lai sadang ba kuaso
Anak jo bini di elo juo
Kuranji ba Simpang Akhirat
Tasabuik juo Kampung Suduik
Bia dipandang jadi urang terhormat
Jo politik bagantuang hiduik
Lubuk Minturun ba aia tajun
Bakuliliang jo taman hijau
Iko Pantun sumbarang pantun
Nan mambuek asa bakicau
Kalau disimak pengertian dinasti politik atau politik keluarga, kekuasaan yang secara turun temurun dilakukan dalam kelompok keluarga yang masih terikat dengan hubungan darah. Satu tujuan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan.
Keluarga yang beberapa anggotanya terlibat dalam politik, terutama politik berbasis pemilihan. Dimana anggota keluarga politik terikat lewat keturunan atau pernikahan. Biasanya, melibatkan beberapa generasi atau saudara. Dan, ini sudah biasa terjadi malah sudah menjadi tradisi
Tidak saja di nasional, di Sumbar politik dinasti dan politik keluarga juga marak. Bahkan, meramaikan Pileg 2024 nanti. Dari Daftar Calon Sementara (KPU), mereka yang ikut memiliki hubungan kekerabatan. Dan, itu terjadi pada keluarga ketua dan pengurus partai. Mereka juga membawa anak, istri, ipar, besan untuk ikut Pileg 2024 nanti
Begitu juga kepala daerah, keluarganya juga ada ikut menjadi Caleg. Menariknya, demi mendapatkan simpatik masyarakat dan meraih suara, Caleg itu, juga menambah nama suami dan orang tua dibelakang nama. Ini pun membingungkan masyarakat, apakah Caleg itu anak atau istri. Karena sama menambah nama suami dan orang tua dibelakangnya.
Tanpa menyebut nama dan partai, tentu timbul pertanyaan, politik dinasti keluarga apakah ini dibolehkan. Ya, boleh boleh saja. Sebab, politik keluarga dinilai tidak bertentangan dengan demokrasi. Tidak ada pasal yang melarang mereka menggunakan hak sebagai warga negara yang ikut Pileg. Tapi disisi lain, sering melanggar prinsip demokrasi dan hak azazi.
Sebab, praktik politik dinasti cendrung mempengaruhi proses seharusnya demokrasi menjadi tidak demokrasi. Ditambah, ada pengaruh dan campur tangan memiliki kekuasaan, kekuatan, pengaruh dan infrastruktur politik. Bungkusnya demokrasi, isinya tidak demokrasi.
Malah, sering mengabaikan kompetensi dan rekam jejak.
Memakai istilah Direktur Pusat Study dan Kajian Konstitusi (Pusako) Universita Andalas, Charles Simabura, dinasti politik bentuk kegagalan kaderisasi di internal partai. Apalagi, dalam persoalan tertentu, partai itu dikelola seperti perusahaan keluarga saja. Seharusnya Parpol mampu melahirkan kader yang berasal dari kalangan yang beragam.
Mengutip Republika Co.id, menurut Charles partai politik memiliki kewajiban menyeleksi orang orang terbaik, terpilih dan memenuhi kualifikasi untuk disodorkan kepada masyarakat. Sehingga warga negara sebagai pemilih dapat memilih wakil rakyat yang baik. Namun, semua itu sudah terjadi dan politik keluarga juga mendominasi. Tentu semua tergantung kepada pemilih, melanggengkan politik keluarga atau menghapus jejak mereka dengan tidak memilih.
Penulis
Novri Investigasi