Oleh: Richard Akbar
Gonjang ganjing siapa bakal calon kepala daerah tanggal 27 November 2024 di sejumlah daerah propinsi, kota dan kabupaten semakin senter dan jadi pembicaraan hangat.
‘Dek saking, seriusnya ota, sampai sampai air kopi ‘baleak’ ke baju Si Apun di kadai Mak Katik.
Tidak hanya bakal calon yang jadi pembicaraan, tetapi pemenangnya pun sudah di tebak. Begitu hebatnya, Ota Ota di lapau kopi Mak Katik. Seolah olah semuanya salasai di lapau tu, sepertinya tak perlu lagi Pilkada tahun kini.
Hangat dan hebohnya pembicaraan tentang Pilkada 2024 boleh boleh saja, itu termasuk salah satu kebebasan mengeluarkan pendapat yang dijamin undang undang.
Mulai dari ‘lapau ketek ketek, sampai nan gadang, di kantor kantor, apalagi di media sosial, Ota tentang Pilkada hangat sekali. Ini membuktikan bahwa dinamika politik di daerah ini sangat bergairah. Kalau adem adem tentu tidak akan menghasilkan pimpinan yang terbaik dimasa mendatang.
Menjelang Pilkada terlihat banyak para calon muncul ke permukaan, bila selama ini yang bersangkutan hanya adem adem saja. Kini mereka naik panggung, baik melalui Medsos, temu temu di acara kampung, pemuda, surau musajik dan bersih bersih kampung. Tak heran ada yang turut memberikan bantuan, apakah dalam bentuk uang atau barang (sembako), dan lainnya. Ujung ujungnya dapat simpatik dari masyarakat.
Kalau pada tulisan sebelumnya diraba raba, yang bisa jadi pemenang Pilkada adalah orang nan tau jo kato nan ampek, yaitu, tau Jo kato mandaki, manurun, malereng dan mandata.
Maksudnya, para calon itu bisa menempatkan diri dan berkomunikasi dengan baik, dengan orang lebih tinggi, rendah, sama gadang dan mengerti dengan kieh (kiasan) atau kritikan.
‘Mangarati’ Jo kato nan ampek, tu memang sudah menjadi tradisi di Minangkabau dan tidak bisa ditawar tawar. Sehebat apapun orangnya kalau tidak bisa menempatkan dirinya sesuai kato nan Ampek tu, pastilah ada minusnya.
Seseorang biasanya akan disenangi bila mereka mengerti/ melaksanakan kato nan ampek dalam kehidupan sehari harinya. Disinilah timbul raso atau rasa senang dari masyarakat.
Raso tu adalah rasa senang, bangga, salut kepada seseorang. Karena perilakunya sesuai kato nan ampek, apalagi bila diramu dengan nilai nilai reliqius, adat dan budaya.
Raso/rasa tersebut biasanya tidak terucap dan tak muncul ke permukaan. Hanya ada di dalam diri/hati sanubari. Hanya terlihat dalam sikap.
Begitu pula halnya dalam Pilkada 27 November 2024 nanti, orang selalu bertanya siapakah pemenangnya?
Pemenangnya bisa saja ditebak, adalah seseorang yang banyak mendapat raso/rasa sanang dari masyarakat/ pemilih.
Para calon itu, bila disenangi masyarakat yang sudah terpatri dalam dirinya sejak lama, pasti akan memberikan
suaranya kepada calon yang disenangi tanpa harus gembar gembor ke sana kemari. Dia diam diam saja mencoblosnya dibilik suara.
Meskipun telah banyak membantu/ memberi dan kampanye jor joran, tapi kalau masyarakat tidak punya raso/rasa sanang kepada si calon mustahil menang. Jadi pemenang Pilkada 2024 bisa saja adalah orang yang mengimplementasikan nilai nilai,”Tahu Jo Kato Man Ampek” Reliques, nilai nilai adat/ budaya, dan yang banyak dapat raso sanang dari pemilih?