Oleh : Mulyadi
Peneliti Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan-BRIN

Di tengah tantangan degradasi moral yang sangat mengkhawatirkan, anak perempuan menghadapi risiko kejahatan.
Media banyak menyiarkan kejadian tragis menimpa anak perempuan, seperti penculikan, rudapaksa, hingga korban kekerasan dalam pasangan bukan suami istri. Dalam kearifan kelisanan Minangkabau, terdapat pesan agar terhindar dari risiko itu, salah satunya ungkapan ‘sumbang duo baleh’, berisi rambu-rambu bagi anak perempuan agar tidak melakukan sumbang (pantangan, hal tidak pantas) dalam bersosialisasi dengan etika, juga agar terjaga dari keteledoran pergaulan yang negatif.
Dua belas aturan etika bersikap itu ialah sumbang duduak, sumbang tagak, sumbang jalan, sumbang kato, sumbang caliak, sumbang makan, sumbang pakai, sumbang karajo, sumbang tanyo, sumbang jawek, sumbang bagaua, dan sumbang kurenah (Penghulu, 1994).
Untuk keselamatan fisik dan kehormatan, ada peringatan sumbang bagaua, termasuk juga sumbang kurenah, dalam berinteraksi dengan lawan jenis. Misalnya berjalan sendirian di tempat sepi; tidak berjalan dan berduaan dengan yang bukan muhrim; menjaga aurat, menjaga privasi dalam bermedia sosial, dan sebagainya.
Peringatan itu sejalan dengan norma akhlak dalam agama Islam. Pada masa ini, petuah-petuah dalam sumbang itu hampir tidak terdengar, apalagi di medsos yang meleburkan batas privasi.
Oleh karena itu, sumbang duo baleh tetap relevan untuk menjaga fitrah anak perempuan dalam pergaulan sosial. Menurut budayawan Musra Darizal (2022), prinsip pantangan seperti dalam sumbang duo baleh itu juga sebenarnya berlaku pada anak laki-laki, tetapi dengan penekanan yang berbeda dari anak perempuan. Soalnya adalah pantangan sikap atau sumbang perilaku itu menimbulkan prinsip taratik, kesopanan, etika bertingkah laku.
Di samping persepsi yang umum tentang dikemukakannya sumbang duo baleh sebagai panduan bagi semua perempuan, menurut Musra Dahrizal, sumbang duo baleh juga sangat ditekankan kepada perempuan yang telah memasuki masa akan dipinang untuk memasuki fase berumah tangga. Tujuan ditekankan rambu-rambu sumbang duo baleh bagi perempuan adalah untuk menjaga keselamatan dan kehormatan seorang perempuan dalam masa-masa penting sebelum dan sesudah memasuki masa resmi perkawinan.
Jika dicermati, sumbang itu terdapat dalam beberapa kategori, yaitu dalam tindakan fisik, tentang gerakan anggota tubuh. Sumbang duduak; sumbang tagak; sumbang bajalan merupakan cara mengatur gerak fisik, terutama gerak tangan dan kaki. Posisi duduk terlihat maknanya, apakah kakinya diangkat atau mengangkang, sopan atau tidak. Sumbang tagak dan bajalan, apakah menonjolkan diri ataukah menghormati orang.
Penjelasan kelisanan sumbang duo baleh merupakan salah satu upaya pendidikan karakter perempuan Minangkabau. Banyak pula orang mengkaji aktualitas dan relevansinya.
Dalam pandangan ini, sumbang duo baleh dipandang sebagai langkah ‘mitigasi’ terhadap kerentanan masyarakat Minangkabau. Kehormatan keluarga berangkat dari unit-unit terkecil sosial, keluarga inti hingga kaum keluarga yang lebih besar.
Dasar matrilineal telah memberikan dukungan kepada kaum perempuan dalam beraktivitas. Tidak lupa peran kaum laki-laki (mamak) sebagai pelindung perempuan dalam keluarga kaumnya.
Dalam tinjauan kebiasaan tradisi, sumbang duo baleh memberikan landasan sederhana tentang etika pergaulan bagi anak perempuan yang diharapkan menjadi penerus matrilineal yang diidealkan. Sumbang duo baleh memiliki panduan unsur tindak tanduk perempuan dalam bersosialisasi dalam masyarakat atau pergaulan di gelanggang sosial.
Hal itu akan menampakkan karakter sekaligus gambaran tentang masa depan matrilineal melalui keselamatan jiwa dan psikologi, serta karakter para penerusnya.
Dalam kaitannya dengan sumbang duo baleh, dalam adat Minangkabau, perempuan memperoleh kedudukan yang baik dan dimuliakan. Arahan, rambu-rambu, batasan etika dapat menyelamatkannya dari keburukan. Bertingkah laku menentukan muruah pribadi dan keluarganya; misalnya kasus kehamilan di luar nikah akan menjadi aib dan menghancurkan harmoni keluarga.
Keistimewaan perempuan menuntut mereka tidak bisa sekehendak hati dalam bertindak dan bergaul.
Mematuhi tata perilaku dan aturan etika akan menjaga keistimewaan dan kemuliaan perempuan. Dalam sumbang duo baleh, kemuliaan juga soal bertutur dan berbudi bahasa, selain menempatkan diri mereka dengan baik dalam berinteraksi dalam masyarakat.
Pada fitrahnya sifat lemah lembut dan penuh dengan kehati-hatian dimiliki perempuan. Dalam sebuah pantun, perempuan dikatakan sebagai perhiasan dunia dan rumah tangga.
Parampuan
Alim pandito dalam nagari
suluah nan tarang jadi palito
Sipat parampuan pulo dikaji
parhiasan alam dan rumah tanggo
Alim (orang berilmu agama) pembimbing dalam nagari
suluh yang terang jadi pelita
sifat perempuan jika dicermati perhiasan alam (masyarakat) dan rumah tangga.***