
Gedung Kebudayaan Sumbar di Pantai Padang, kondisinya sangat memprihatinkan. Bangunan berbentuk kapal menjorok ke laut, sudah tak terawat lagi. Aksesoris ukiran di bagian atas bangunan sudah berantakan, plafon sudah banyak yang lepas. Paving block dihalaman, sudah banyak lepas dan berlubang.
Ya, berantakan, tak terawat. Bagaikan ‘Bangkai Kapal, Gedung Taman Budaya Tak Lagi Berlayar’. Inipun tak jauh beda dengan kondisi dibagian belakang. Gedung C yang menyimpan sejuta persoalan, sekarang terbengkalai, akibat pekerjaan mangkrak. ‘Bagaikan Sebuah Taman, Ditumbuhi Beton Tak Berdaun’
‘Kabar buruk’ perubahan fungsi Zona C menjadi hotel memperburuk keadaan. Para seniman – budayawan melihat ada keganjilan. Bahkan, seorang Khairul Jasmi menyebut polemik tentang Gedung Kebudayaan Sumbar, cukup menggemparkan. Goncangan melebihi gempa di Pasaman.
Begitu juga Hasril Chaniago, mengingatkan Pemrov Sumbar agar tidak melulu memikirkan faktor ekonomi dengan meningkatkan fungsi ruang publok yang bersifat benefid, seperti Taman Budaya. Alasannya, Taman Budaya telah berjasa melahirkan seniman – budayawan nasional maupun internasional. Jangan abaikan ruang kreatif, inovatif tempat seniman berkarya.
Seniman – budayawam dalam FPRSB dengan elegan menggelar panggung ekpresi sebagai tempat mencurahkan m
kekecewaan. Mengadakan diskusi terbuka dengan peserta dari akademisi, politikus, wartawan, pengamat seni budaya dan instansi terkait. Bila ini tak ditanggapi Pemrov Sumbar, bukan tidak mungkin akan terjadi gerakan yang lebih dasyat dan lebih terbuka.
Pemrov Sumbar melalui Kepala Dinas Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang, Era Sukma, membantah dengan dibangunnya hotel di Gedung Kebudayaan Sumbar, akan menghilangkan sejarah Taman Budaya. Malah, akan memperkuat keberadaan seniman dan budayawan. Lagipula, pembangunan hotel itu, tak menganggu bangunan lama Gedung Kebudayaan Sumbar. Sebab, hotel dibangun diatas gedung lama.
Kata Era Sukma, hotel yang dibangun lebih kurang 108 kamar itu, tak menganggu bangunan lama. Sebab, dibangun diatas bangunan lama. Dan, hotel berdesain kapal Tetanic, merupakan hotel budaya, berbasis seni dan budaya. Artinya, hotel itu akan berkelaborasi dengan seni dan budaya. Dengan adanya hotel itu, Era Sukma yakin, seni dan budaya minang akan lebih eksis dan dikelola secara profesional
Sebab, kalau tamu rindu seni tari ada tempatnya. Rindu talempong, saluang dan jenis kesenian lainnya, tinggal mencari di Taman Budaya yang juga berada dibagian bawah hotel itu. Ini merupakan peluang bagi seniman untuk berkreasi dalam menampilkan karya. Intinya, ‘Hotel Budaya’ Hotel Berbasis Seni dan Budaya. Terlepas dari semua itu, Gedung Kebudayaan, kondisinya sangat memprihatinkan.
Sudahlah, bangunan berdesain kapal itu, bagian depan yang sudah lama siap, sekarang kondisinya sangat memprihatinkan. Sebab, sudah banyak yang rusak. Diperparah lagi, bagian belakang yang terbengkalai dan mangkrak. Ini makin menambah potret buram Gedung Kebudayaan. Siapa yang harus bertanggungjawab. Entahlah, kita lihat saja ending Gedung Kebudayaan Sumbar itu.
Penulis Novri Imvestigasi
stromectol cost in usa – ivermectin 12 mg pills for humans order carbamazepine 200mg without prescription
accutane over the counter – buy accutane online order zyvox generic
buy amoxil cheap – purchase ipratropium without prescription combivent order online
azithromycin 250mg without prescription – tindamax uk buy bystolic 5mg sale
buy cheap omnacortil – omnacortil 10mg pill cost prometrium 200mg
order neurontin 100mg online – order sporanox 100 mg pills how to buy sporanox
furosemide order – buy generic furosemide diuretic betnovate 20gm sale