
Pekerjaan proyek, baik menggunakan dana APBD maupun APBN, memang sasaran empuk bagi koruptor. Sebab, untuk pengadaan barang dan jasa itu, sudah diatur pada proses perencanaan, lelang sampai pada pekerjaan. Artinya, berawal dari perencanaan, dimainkan pada proses lelang, sampai ke hilirnya pasti akan bermasalah
Begitu juga, siapa yang akan mengerjakan proyek proyek di pemerintahan daerah. Biasanya para pengusaha itu melakukan lobby, bahkan berani bayar uang muka. Rekanan berusaha agar ditunjuk sebagai pemenang. Wajar saja, proses korupsi dalam pengadaan barang dan jasa itu, sudah dimulai perencanaan dengan menetapkan siapa rekanan yang akan mengerjakan proyek, sudah disetujui dalam APBD itu
Intinya, jika pelaksanaan proyek sudah ditentukan dalam proses perencanaan. Praktis proses lelang hanya formalitas. Harga yang terbentuk juga tidak kompetitif. Terbuka lebar, kemungkinan mark up, perubahan speck yang mengarah kepada rekanan yang dijagokan. Ujung ujungnya, proses pelaksanaan pun bermasalah. Bahkan, sampai dengan pertanggungjawabannya.
Dan, diduga ini, juga terjadi indikasi korupsi pengadaan alat praktik SMK Dinas Pendidikan Sumbar tahun anggaran 2021 dengan nilai pagu dana lebih kurang Rp18 M, sementara kerugian negara sekira sebesar Rp5,5 M lebih. Bahkan, juga terendus pada paket lainnya. Sudah menjadi rahasia umum, pasti ada pialang yang mengatur. Ada juga sebutan kepala daerah malam
Modus operandi diprediksi, adanya proses tender yang tidak wajar, tidak transparan. Sehingga, terjadi transaksional atau perselingkuhan antara panitia dan rekanan yang akan ditetapkan sebagai pemenang. Termasuk merubah speck dan mengarah pada produk tertentu. Proses semu, juga dilalui pada proses tender. Misal, perusahaan ada lima, itu hanya dibawa rekanan yang sama.
Cara lain, melalui persekongkolan tender, kerjasama vertikal antara pemenang tender dengan pemerintah daerah. Contoh, perusahaan yang layak dimenangkan didiskualifikasi dengan mencari cari kesalahan. Menyingkirkan pelaku usaha lain, sesuai keinginan rekanan yang dijagokan. Atau rekanan titipan
Kue proyek yang sedikit dan tak sebanding dengan jumlah rekanan, membuka peluang melakukan KKN pada proses lelang. Bahkan, demi mendapatkan pekerjaan, rekanan rela mengeluarkan uang muka, agar perusahaannya dimenangkan pada proses lelang. Ada juga rekanan titipan yang dianggap berjasa dan ikut mendanai saat Pilkada
Terlepas dari semuanya itu, tingginya biaya Pilkada juga menjadi penyebab. Dana dikeluarkan puluhan miliyar itu, tentu tak akan kembali melalui gaji dan berbagai tunjangan lainnya. Proyek salah satu cara mengembalikan modal. Biasanya, melalui pihak ketiga atau disebut juga kepala daerah malam dan mafia lelang. Maka sering kita dengar berita, kepala daerah, terjerat kasus fee melalui permainan proyek
Penulis Novri Investigasi
You have noted very interesting points! ps nice web site.Raise range