
Jo mato hati ayah manggadangkan denai
Jo Aia mato bundo bakawan sangsaro
Padiahnyo hiduik di ayun sansai
Kok isuak sanang nan ditarimo
Tatanam niaik di dalam hatiko
Galok ko lai ka barubah tarang
Jaso ayah jo bundo indak kalupo
Kini hiduik paguno dek banyak urang
Arok badan manyanangkan ayah
Basimpuah denai di kaki bundo
Dek doa urang tuo nasib barubah
Tibo masonyo denai mambaleh jaso
Kini ayah jo bunda alah tiado
Samangaik ayah mangalia ka diriko
Tabayang dipaluak bundo tampek bamanjo
Bialah ayah jo bundo tanang disisiNyo
SUMBAR, INVESTIGASI berpangkat Komisaris Polisi di Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) yang saat ini menjabat Wakil Kepala Polisi Resor di Pariaman, Sumbar, Jon Hendri selalu berpegang dengan nasehat. “Jadilah berguna untuk banyak orang”. Kata tersebut adalah “petuah” dari ayahandanya.
Kata tersebutlah, yang menjadi pegangan Jon Hendri Waka Polres Pariaman, menapak hidup dan melangkah ke jenjang karir hingga saat ini. Kalimat yang keluar dari Juari “Ayah Jon Hendri” telah menyatu disanubarinya.
Bahkan, pria kelahiran 50 tahun silam itu, diketahui tengah membagikan kapling tanah miliknya ke warga kawasan Aur Malintang, Padang Pariaman, lahan diperolehnya dari hasil kerja kerasnya sejak lulus sebagai perwira polisi sumber sarjana di tahun 2000 lalu, bersumber dari Usaha Menambah Gaji (Umega), dan berlanjut hingga kini.
Kerja keras banting tulang tersebut muncul dalam diri Jon Hendri, kelahiran Dusun Limau-limau, Lareh Nan Panjang, Sungai Sarik Padang Pariaman, tertular dari kegigihan ayahnya, yang waktu itu tempatnya tinggal berada jauh dari pusat Kabupaten Padang Pariaman. Bahkan, untuk menapak ke jalan aspal masih sangat sulit, disanalah ayah Jon Hendri tumbuh sebagai sosok penting dalam kehidupanya.
Kondisi ayah dan ibunya yang tak pandai tulis baca, membuat kehidupan Jon Hendri pria berperawakan tenang tersebut masuk dalam garis kemiskinan. Di dusun yang masih banyak semak belukar serta sawah, rumah kayu berpenyangga bambu pada bagian belakang, serta bagian depan diikatkan pada dahan pohon agar tidak roboh disaat angin kencang, rumah itulah yang menjadi tempat tinggal Jon Hendri kecil kala itu.
“Ayah adalah orang yang kreatif, keterbatasan fisik bukan penghalang baginya untuk menafkahi keluarga dan membesarkan anak-anaknya. Meski bekerja sebagai penjual kopi di pinggir jalan yang tentunya tidak seramai kendaraan lalu-lalang seperti saat ini”, kata Jon Hendri terkenang peristiwa silam kala itu.
Langganannya adalah warga setempat, para petani serta pedagang. Lain waktu, saat air panas di termos, bubuk kopi dan gula habis, tangan kasar itu tak pernah tinggal diam, sabut kelapa dari batoknya ia pisahkan. Dalam sehari tangan kasar itu mampu membuka 1000 butir kelapa.
Seperti tiada waktu istirahat, jika ada waktu senggang, Ayahnya juga membuat atap rumbia yang diperoleh dari batang tidak jauh dari rumah. Mulai dari mengambil daun hingga merajut, semua dilakukannya sendiri meskipun tidak melihat, ayahnya cuma mengandalkan indera peraba, ingatan dan fisiknya.
Karena mengandalkan indera peraba, kedua tangannya sering tertusuk duri ketika mengambil daun rumbia,” tuturnya mengurai sepenggal cerita demi cerita masa-masa lalu.
Rutinitas ayahnya yang tidak lepas dari kerja dan kerja, akhirnya menurun pada Jon Hendri kecil. Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) negeri di Sungai Sarik, ia telah ikut membantu orang tuanya.
Tubuh mungil anak umur tujuh tahun itu sempat memikul 15 kg -20 kg kopra “daging buah kelapa yang dikeringkan”, sepanjang 2 kilo meter menuju pabrik, toko atau gudang.
Sembari menuntun ayahnya yang memanggul 50 kg kopra, kaki mungil Jon kecil telah ikut menapaki jalan tanah, anak sungai dan kerikil bukit hingga sampai ke arah yang dituju.
Hal itu selalu dilakukannya sesuai jadwal sekolah. “Kalau Sekolah pagi, mengantarkan kopra sore, kalau libur baru pagi,” ungkapnya mengenang rutinitas selama enam tahun. Semua itu dilakukannya untuk menutupi kebutuhan keluarga agar bisa tetap bertahan hidup.
Setamat SD, selesai pula ia mengantarkan kopra berjalan kaki. Masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sungai Sarik, kopra ia bawa menggunakan pedati bertenaga kerbau, masih dengan rute yang sama. Bedanya masa itu, tidak berjalan kaki lagi. Hanya duduk di atas pedati bertumpuk kopra lalu ditarik oleh kerbau, ulasnya.
Jam kerjanya juga sedikit berbeda, jika biasanya menyesuaikan jam sekolah, saat menggunakan pedati, anak 13 tahun itu mengantarkan kopra setiap pagi jelang masuk sekolah. Sehingga setiap pagi dirinya sudah membawa perlengkapan sekolah, agar bisa langsung belajar sehabis mengantar kopra.
Perlengkapan sekolah ia pakai setelah mandi di anak sungai dan mengikatkan tali pedati ke pohon. Penambahan usia, membuat kerjanya juga bertambah. Sepulang sekolah dirinya juga harus mengembala kerbau, menarik pedati, sebelum beristirahat di rumah.
Meski sudah sekeras itu berjuang untuk mengenyam pendidikan, semasa SMP dirinya sempat tinggal kelas, dan pindah ke SMP yang berada di Padang Sago, disanalah tamat. “Waktu itu kepala sekolahnya tidak mau menaikan,” katanya sembari tertawa mengenang peristiwa kala itu.
Selain kepala sekolah yang tidak ingin dirinya naik kelas, Jon mengaku bahwa dirinya juga tidak laten dan giat dalam belajar. Beruntung pendidikannya tidak terputus, seiring waktu berlalu, Jon kecil mulai beranjak remaja, dan melanjutkan pendidikan ke bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri yang ada di Sungai Sarik.
Meski dengan rutinitas yang sama setiap harinya, akhirnya Jon Hendri berhasil menyelesaikan masa SMA tepat waktu, ia tamat pas di tahun 1993.
Bagaikan pinang di belah dua, semasa remaja, kegigihan ayahnya lambat laun menurun pada diri nya. Selain menyelesaikan kewajiban bersekolah, di tempat tinggalnya Jon juga cukup aktif di tengah masyarakat. Bahkan, ia rutin membantu memasang, dan menghidupkan mesin genset milik masyarakat saat pesta pernikahan, dan bulan ramadhan.
Mesin genset kala itu termasuk salah satu barang mewah, karena listrik belum ada di dusunnya. Uniknya, ia punya kenangan dengan genset, dimana saat menghidupkan jelang berbuka puasa di masjid, genset berulah, hingga dirinya harus menghisap tempat pengisian minyak agar kembali menyala. “Saya coba pelan-pelan, eh ternyata terminum,” katanya tertawa mengingat kejadian itu. Atas kejadian itu, Jon memiliki pengalaman yang jarang dimiliki semua orang. Yaitu, “berbuka puasa dengan solar”.
Diusia 20 tahun, setelah menyelesaikan SMA, Jon melamar ke perguruan tinggi Universitas Negeri Padang (UNP), hanya saja tidak lulus. Lalu anak keenam dari tujuh bersaudara ini pergi ke Bukittinggi, bekerja di terminal Aur Kuning di ajak abangnya. Abang ini yang melarang untuk langsung mengikuti tes TNI dan Polri.
“Abang saya itu keras, jadi kalau ia suruh kuliah, saya tidak bisa menolak,” terangnya mengenang sosok yang sangat berjasa dalam karirnya sampai saat ini. Anjuran abangya dituruti. Bahkan, ia turut mengecap kehidupan keras ala terminal masa itu. Bersimpah keringat, air mata, bermandi debu, asap, adu jotos dan menahan selera. Semua dicobanya agar bisa membiayai hidup dan melanjutkan kuliah di Universitas Muhamadiyah Sumatera Barat jurusan Hukum.
Semasa kuliah, kelemahannya dalam dunia pendidikan membuatnya sempat kesulitan untuk beradaptasi. Bahkan, dirinya pernah mendapat Indek Prestasi Kumulatif (IPK) di bawah 1,5 dari 4,00. Tapi, kerasnya kehidupan di terminal membuatnya malah lebih semangat untuk pergi kuliah, lingkungan di terminal tidak turut mempengaruhi tekadnya.
Sayangnya, jelang beberapa bulan sidang skripsi untuk menyelesaikan kuliah sebelum wisuda, ayahnya meninggal (1999). Kepergian sang ayah membuatnya sangat terpukul, cita-citanya ingin membawa Ayahandanya pergi ke tempat wisuda hancur. “Kepergiannya itu membuat saya sangat sedih, ayah tidak ada saat tali toga dipindahkan sewaktu saya wisuda,” katanya sembari menyeka air mata.
Ayah yang merupakan sosok penting dalam hidupnya itu, tidak melihat Jon lulus mengikuti tes kedua perwira polisi sumber sarjana tahun 2000. Pria yang semasa hidupnya tidak pernah membuat keluarganya kelaparan, tidak hadir saat dirinya menyelesaikan pendidikan di Jawa Tengah dan mendapat pangkat Inspektur Polisi dua.
Bahkan pria tersebut tidak pernah menuntut dan memintanya untuk jadi apapun, juga tidak pernah merasakan gaji Jon Hendri sebagai seorang polisi saat menjalani tugas perdana di Polres Agam tahun 2003.
Selama bertugas di Polres Agam, Jon selalu membawa ibunya, bahkan sampai akhir masa tugasnya di polres Agam. Ibunya juga turut melihat anak bujangnya menikah ditahun 2005 hingga dikaruniai seorang anak laki-laki di tahun 2006. Di tahun 2008 ibunya wafat, lalu Jon pindah tugas ke Polda Sumbar di Direktorat Intelkam selama 10 bulan sampai akhir 2009.
Kesedihan mendalam atas kepergian ibunya juga sangat dirasakannya. “Alhamdulillah jelang akhir hayat ibunya masih bisa menikmati hasil jerihnya, dan berharap ibu merasa tidak sia-sia telah membesarkan dirinya,” terang pria yang pernah menjabat Kasat Intel di Polres Padang Panjang selama tiga tahun itu (2009-2012).
Kegigihan dan kreatifitas ayahnya selama menjadi polisi terus mengalir dalam dirinya, hal itu terlihat saat ia bertugas selama 9 tahun di Polresta Padang. Di sana karirnya terus menanjak, mulai dari menjabat Kanit intel, Kapolsek Padang Timur, Kapolsek Koto Tangah, Kasat Bimas dan kembali lagi menjabat Kasat Intel di penghujung tugasnya di Polresta Padang tahun 2021.
Setelah malang melintang di Polresta Padang, prestasi dan inovasi yang dimilikinya, membuat Jon Hendri kembali pindah tugas ke Polda Sumbar, selang beberapa bulan dan baru menjabat sebagai Waka Polres Pariaman tahun 2022.
“Alhamdulillah, sampai saat ini jabatan itu masih saya emban,” kata ayah tiga anak itu. Meski sudah sampai ke tahap sekarang, tetap saja ayahnya tidak pernah melihat dan merasakan capaiannya. Ayah yang jadi pahlawan dan motivasi dirinya untuk bisa terus berdiri dan bertahan sampai saat ini. Badan Jon yang tegap, gempal dan suara tegas itu, kembali bergetar dan goyah saat ia mengingat sosok ayahnya.
Baginya tiada yang lebih berarti selain dari keberadaan sang ayah. “Saya kira kalau ayah masih ada, mungkin ayah orang paling bahagia di dunia ini,” katanya sembari menyeka air mata yang hampir tumpah diantara kedua belah pipinya.
Apa yang dilakukan ayah, dan petuahnya selalu terpatri dalam dirinya, selama bertugas sebagai polisi meskipun sering berpindah-pindah. Dirinya tetap melakukan usaha menambah gaji (Umega) untuk memperkuat pondasi ekonominya. Menjadi pemasok bahan material di perusahaan, menyewakan truk, menjual mobil bekas dan ragam lainnya. Umega yang ia lakukan sedikit demi sedikit dikumpulkan untuk membeli lahan di kawasan Aur Malintang, di lahan itu ia bertani dan berkebun, untuk mengisi waktu senggangnya.
Lahan yang ia beli dari hasil umega itu, saat ini sudah mencapai 15 hektare, di sana dirinya menanam jagung, pepaya dan lainnya. Lahan produktif itu baru-baru ini di petakan sebanyak 27 kavling. Kavlingan tanah itu di bagikannya pada masyarakat setempat yang berkeinginan untuk memiliki rumah tapi tidak punya tanah.
“Semua itu saya lakukan agar tidak ada lagi masyarakat setempat merasakan kehidupan seperti saya tempo dulu, saya ingin anak-anak di sana hidup lebih nyaman,” terang pria yang jago berpetatah petitih Minang ini.
Sepenggal kalimat ayahnya “jadilah berguna untuk banyak orang” tidak bisa lepas dari dirinya hingga kini, dirinya tidak mau menunggu kaya atau harus memiliki jabatan tinggi dulu untuk membantu sesama. Baginya kesempatan yang saat ini ada harus segera figunakan untuk bermanfaat bagi orang banyak.
Jon Hendri berharap, melalui tanah kaplingan itu, kawasan tersebut bisa jadi ramai, sehingga berdampak pada roda ekonomi masyarakat. Semua capaian ini, baginya masih kurang lengkap karena ayahnya tidak pernah melihat dirinya sampai ke titik seperti ini.
“Kalau almarhum masih hidup, saya yakin beliau orang paling bahagia di dunia ini,” katanya, kali ini dengan sorot mata yang tajam dibarengi suara berat. Kini perangai dan petuah ayahnya ia coba teruskan pada anaknya, Jon mau cucu Juari bisa tumbuh dan besar tetap dalam nilai-nilai kehidupan yang ia warisi. Meski almarhum tidak pernah melihat anak, cucu dan istrinya. Tapi, sifat dan nasihat beliau akan terus menerangi hidup. NV/An
buy ivermectin 12 mg for humans – purchase candesartan generic tegretol 400mg uk
isotretinoin for sale online – order linezolid 600mg generic buy linezolid no prescription
order amoxil generic – valsartan 160mg uk combivent 100 mcg cheap
azithromycin 250mg without prescription – buy generic azithromycin bystolic 5mg pill
order generic prednisolone 20mg – order omnacortil 20mg buy generic prometrium over the counter
neurontin 100mg without prescription – cheap neurontin pills itraconazole 100 mg price