
Pamilu lah di palupuak mato
Poto Caleg rami tapasang
Baragam gaya babagai caro
Untuak manarik simpatik urang
Masuk got marancah banda
Makan karupuak leak bacampua lado
Kok lagak sahabih gaya
Ba janji manih babaluik duto
Asa lai dapek suaro
Masajik jo surau di tampuah juo
Mangopi di kadai bakawan rokok sabatang
Urang di bayia sabalik pinggang
Kalau lah dapek suaro
Dewan terhormat nan di sandang
Sombong jo pongah mulai tibo
Indak paduli sangsaro urang
Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) tinggal hitungan bulan. Masing masing partai kontestan, sudah mengirim nama nama Bakal Calon Legislatif (Baceg) dan tak berapa lama lagi berubah status menjadi Calon Legislatif (Caleg). Di sudut kota, kampung bertebaran poto Bacaleg dengan berbagai gaya. Senyum manis menghiasi bibir, selendang didada dan peci berlagak bagaikan buya.
Tak seperti biasa, menghilang entah kemana, jarang bertemu muka apalagi bertegur sapa. Sekarang ramahnya luarnya biasa. Semua orang bertemu dijalan atau dimana saja ditegur disertai senyum menawan. Bahkan, tak lupa berjabatan tangan. Sudah sering datang ke mesjid dan mushalla, sudah duduk di warung bersama pemuda.
Tak luput ikut masuk bandar dan got saat gotong royong di lingkungannya. Perubahan yang luar untuk menarik simpatik warga. Dulunya pelitnya luar biasa. ‘Saku bajaik’ tak perduli derita warga. Sekarang ikut berbagi dan menyumbang setiap kegiatan. Tentu ada maunya demi mendapatkan suara. Apakah ini, politik pencitraan dengan gaya berlebihan. Dan, hanya sekedar mendapatkan suara, setelah itu menghilang begitu saja.
Lalu, apa sih politik pencitraan itu. Cambride Dictionary mencatat, salah satu makna pencitraan, sebuah kegiatan atau aksi yang dilakukan demi mendompleng nama atau citra diri menjadi sesuatu yang diinginkan. Biasanya politik pencitraan, mereka hadir saat ada bencana, kegiatan atau acara, demi mendapatkan pandangan dan simpatik dari masyarakat.
Tentu timbul pertanyaan, apakah politik pencitraan ini, boleh dimainkan. Sebenarnya, ini bukan hal yang tabu. Ibarat pedang bermata dua, politik pencitraan bisa berdampak positif, bahkan juga negatif. Pencitraan memang perlu dilakukan dan tidak sepenuhnya bertujuan buruk. Sebab, masyarakat bisa merasalan atensi pada politisi. Dan, bisa menilai sejauh mana mereka bisa melakukan tugas dan tanggungjawab
Disisi lain, politik pencitraan, bisa menimbulkan imeg yang buruk. Sebab, sering kali membutakan publik. Awalnya, masyarakat merasakan atensi dan empati ketika mencari suara, tetapi setelah menang hilang begitu saja. Tak lagi datang menemui warga, duduk sedang dikursi, ber ac dan berdasi.
Diakui, ini sering terjadi, pencitraan hanya sekedar mendapatkan suara, setelah itu tak perduli lagi sama warga. Makanya, warga harus jeli memilih dan mencoblos caleg yang akan diamanahkan menjadi wakil rakyat. Jangan tertipu politik pencitraan hanya memanfaatkan kesempatan. Karena kenikmatan yang kita rasakan sesaat, kebahagian mereka selama lima tahun.