Oleh : Novri Investigasi
“Don’t Judge a book from its cover”. Jangan melihat buku dari penampilan luar, tapi lihat isinya.
Andam sarasah namo lagunyo
Lagu bakisah kasih jo sayang
Usah liek buku dari sampulnyo
Basabab takicuah di nan tarang
Kini jalan lah basimpang duo
Dek cinto babaluik duto
Pilkada lah makin dakek juo
Satiok mambagi tantu ado maunyo
Dulu kito sairing sajalan
Kandak rang tuo nan mamisahkan
Usah tadayo jo pencitraan
Janji manih basalimuik rayuan
Pemimpin yang baik, belum tentu jadi pilihan. Pemimpin yang sering berbagi, belum tentu meraih mencapai tujuan. Tanpa diiring branding atau pencitraan. Berbuat dan berbagi kepada warga, bukan kerja nyata semata. Ada pencitraan mengiringi niatnya. Apalagi, diekspos besar besaran. Karena, ada niat apa yang dilakukan, menarik simpati dan pujian warga.
Begitu juga pemimpin pencitraan. Kurang berbagi, tapi kegiatan sosial dan keagamaan dijadikan modal menarik simpatisan. Pemilih tradisional menjadi tujuan. Sebab, pemilih tradisional, masih berakar keagamaan. Ceramah dan tidur di mesjid, dijadikan untuk pencitraan. Berharap pujian dari warga. Dan, menarik simpatik warga demi mencapai kekuasaan.
Sekarang warga sudah cerdas. Kerja nyata dan pencitraan, hanya bertujuan untuk mengharapkan suara mereka. Jabatan dan kekuasaan menjadi tujuannya. Begitu juga pemimpin pencitraan, hanya berharap suara warga. Setelah terpilih, tak terlihat perubahan. Bahkan, pencitraan berlanjut dengan acara seremonial.
Jangan melihat buku dari sampulnya. Buku bagus itu tergantung pada isinya. Cover yang bagus belum tentu isinya bagus. Cover sederhana, kadang isinya, lebih bermakna dan enak dibaca. Jangan lihat pemimpin dari kerja nyatanya semata. Jangan nilai pemimpin dengan pencitraannya. Apa yang dilakukan, pasti ada tujuan. Harus jeli melihat dan cerdas menilai apa yang mereka harapkan.
Ingat, mereka punya segudang perlengkapan untuk membangun pencitraan dirinya. Dampaknya, sekecil apapun dilakukan, akan terlihat besar. Begitu Kalaupun dilakukan sangat besar, akan dibesarkan besarkan. Sehingga Gemanya, memecah hiruk pikuk gelangggang. Tak puas, ia pun ikut mempromosikan diri dan kerjanya nyata didunia maya. Seakan, hanya ia yang berbuat untuk warga
Kerja nyata dan pencitraan, tujuannya sama. Menarik simpati warga untuk memperoleh kekuasaan. Itu bolah saja, karena bagian dari politik. Alangkah, eloknya kerja nyata diiringi dengan sikap yang baik ditengah masyarakat. Bukan menjadi kesombongan dan membesar besarkan bantuan diberikan kepada warga. Kerja keras dan cerdas, mungkin lebih menarik hati warga
Begitu juga politik pencitraan, menjadikan agama sebagai landasan. Juga harus diiringi kerja nyata . Seiring sejalan perkataan dan perbuatan. Bungkusan agama juga disertai, kepedulian kepada warga. Bukan setelah meraih jabatan, diperhatian orang yang sehaluan. Padahal, kekuasaan yang diperoleh, karena warga. 2024 nanti, warga lebih cerdas lagi dalam menentukan pilihan. Jangan melihat buku karena bagus sampulnya.