
Pemilu 2024 sudah berlalu, penghitungan suara Pilpres dan Pileg sudah diujung real count. Namun, meski belum hitungan akhir, sudah melihatkan hasil yang siapa yang duduk dan siapa yang ‘terduduk’. Khusus untuk Sumbar, baik pusat, provinsi, kabupaten/kota dihuni wajah baru.
Ada fenomena menarik, incumbent yang bermain dengan dana pokir, malah banyak yang tersingkir. Begitu juga Caleg bermodal ‘pasang tapi’ yang bermain disela sela Caleg bermodal, sudah menepi. Sekarang, yang berkibar, Caleg serangan pajar. Dan, ada asumsi, Caleg bermodal, mendominasi kursi didaerah ini.
Menarik tulisan Dr. Hary Effendi Iskandar Ketua PSH Universitas Andalas, terkait hasil Pileg 2024 ini. Dikalangan elit politik dan pengurus partai politik, posisi tawar seseorang yang hanya memiliki modal politik, modal sosial, modal budaya atau modal intelektual, tanpa didukung modal ekonomi, tidak dinilai untuk memperoleh jabatan dan kedudukan yang diperhitungkan dalam partai politik.
Bahkan, akan menjadi Caleg pelengkap ‘penderita’, sebab tidak memiliki modal ekonomi yang memadai. Ujung ujungngnya mengalami kegagalan dalam memperoleh suara terbanyak dalam pemilu. Malah, mereka yang bermental pedagang, menjadi pemenang. Mencari suara melalui uang dan saat pajar datang menyerang
Bukankah, ada sebuah anekdot, biaya politik itu mahal, bahkan untuk kalahkan kita harus mengeluarkan banyak uang (Will Roger). Kalau ada politikus bagi bagi sembako, tandanya sudah masuk musim pemilu. Kalau politikus bagi bagi uang melalui serangan pajar, itu tandanya, sudah tiba hari pencoblosan, mengiringi kita memilih Caleg yang membayar suara kita
Jangan harap kita mendatangi warga, tanpa buah tangan. Jangan harap, berkunjung ke rumah warga, hanya bermodal janji, jika terpilih nanti. Hanya didengar dan dianggukkan, setelah kita keluar, malah jadi perbincangan. Tapi, jika datang membawa sembako dan uang, kita akan disambut dengan wajah senang. Mereka dengan senang hati memberikan suara, karena sudah dapat membeli suara
Alhasil, Caleg bermodal besar, berbagi sembako dan serangan pajar saat pencoblosan dapat memenangkan pertarungan. Meraih kursi, karena meraih suara yang dibeli. Bagi mereka satu suara seharga Rp100 ribu – Rp250 ribu, itu tak seberapa, jika dibanding kehormatan dan fasilitas yang didapat selama lima tahun. Tidak saja balik modal, tapi keuntungan ganda
Caleg ‘pasangan tapi’ bermodal janji, tinggal gigit jari. Harapan mereka sirna, karena tak bisa beli suara. Impian dibangun, hilang begitu saja. Dan, baru menyadari, politik itu tak bisa dengan janji, tak jalan walau berbagai rayuan. Hanya uang yang bisa bicara untuk meraih kursi. Baru terbuka mata, caleg ‘pasang tapi, sekarang menepi, caleg serangan pajar yang berkibar
Penulis
Novri Investigasi