‘Kabut Hitam’ Kembali Menyelimuti’ Tender Proyek 2024, Antara ‘Mafia Lelang’ dan Penawaran Terjun Payung

Spread the love

Persoalan pekerjaan proyek, berawal dari proses lelang. Kesalahan yang dilakukan Pokja/panitia, berakibat pada mutu dan kualitas pekerjaan proyek. Ironisnya lagi, setiap proses lelang “Mafia Lelang” juga bergentayangan.

Berkedok kepala daerah malam, dekat dengan pejabat pusat, mereka bisa, mempengaruhi dalam penetapan pemenang. Bahkan, berani minta uang muka, untuk bisa memenangkan proses lelang

Sehingga, rekanan harus menyediakan dana awal untuk mendapatkan pekerjaan. Permainan ‘mafia lelang’ ini, juga bekerjasama dengan Pokja/panitia. Mereka meiming iming rekanan bisa menang tender dan harus menyetor uang muka terlebih dahulu.

Persoalan lain, rekanan tak punya link ‘Mafia lelang’ atau tak punya orang dalam, nekat melakukan penarawan terendah sampai terjun payung. Ini dilakukan rekanan, demi memenangkan tender. Meski, rekanan menyadari tindakan ini, beresiko dikemudian hari. Terpenting bisa mengerjakan proyek.

Tak tanggung tanggung penawaran nekat, sampai terjun payung 30 sampai 40 persen dari pagudana, juga dilakukan. Karena, rekanan berasumsi, itu salah satu cara melawan ‘mafia lelang,’ yang bergentayangan

Akibatnya, Pokja/panitia, tak ingin mendapat sanggahan, terpaksa juga memenangkan penawaran terendah itu. Padahal, ini penyebab buruknya mutu dan kualitas pekerjaan.

Dan, inilah awal kesalahan dan mulainya permainan. Padahal, mengacu kepada Perpres No 12 Tahun 2021, perubahan Perpres No 16 Tahun 2018, disebutkan harga penarawan terendah yang responsif. Bukan penawaran terendah yang nekat dan terjun payung yang harus dimenangkan.

Jika Perpres jadi acuan, sangat mudah dioperasikan dapat mengatasi berbagai persoalan empirik sehubungan dengan subjektif dan ketidakpastian dalam penetapan pemenang. Namun, tidak adanya definisi dan rumusan yang jelas tentang, penawaran terendah dan responsif, menjadi celah untuk dimainkan.

Sebab, memiliki peluang untuk diinterprestasikan secara berbeda menurut kepentingan pihak pengguna dan penyedia barang/jasa. Apalagi, mereka dikendalikan oleh ‘mafia lelang’ dalam penetapan pemenang.

Akibatnya, penetapan pemenang cendrung subjektif, tidak baku, berlarut larut dan rentan praktek KKN. Alhasil, indikasi permainan ini menimbulkan kebocoran uang negara dan berdampak buruk terhadap pekerjaan proyek.

Tak ada keinginan rekanan untuk menawar nekat dan sampai terjun payung. Namun, demi mendapatkan pekerjaan, terpaksa dilakukan. Meski, rekanan menyadari akan terbentur masalah dikemudian.

Karena, untuk mendapatkan pekerjaan, mereka juga berhadapan dengan ‘mafia lelang.’ Kue proyek yang tersedia tak seimbang dengan banyaknya rekanan yang ada, juga menjadi penyebab nekat, asal dapat pekerjaan.

Tidak saja ‘mafia lelang’ yang mereka hadapi, Penunjukkan Langsung (PL) dibawah Rp200 juta berkedok Dana Pokir anggota dewan, juga menyebabkan berkurangnya paket yang dilelangkan.

Dan, untuk mendapatkan paket PL, juga sangat susah, sebab terindikasi dikerjakan rekanan yang dekat dengan pemilik dana Pokir. Dilema yang sangat ironis yang dialami rekanan saat ini.

Dicoba menawar secara wajar, mereka dihadapi tembok penghadang. Karena, ada indikasi permainan Pokja/LPSE dengan ‘mafia lelang’ yang kerap dijuluki kepala daerah malam. Jalur kesana susah ditempuh, karena tak punya relasi.

Maka satu satunya jalan untuk mendapatkan pekerjaan, melakukan penawaran nekat terjun payung sampai 30 persen. Dan, Pokja yang tak siap kena sanggah, mengambil jalan aman memenangkan penawar terendah tersebut

Penulis juga Owner Investigasi Group, sudah beberapa kali diskusi dengan Gapeksindo maupun Inkindo. Namun, sampai sekarang tak ada jawaban. Bahkan, pihak Gapeksindo dan Inkindo juga menyurati pihak wakil rakyat untuk audensi mencari solusi.

Namun, belum terealisasi. Sehingga ‘lingkaran setan’ masalah lelang ini, tetap berkembang. Ujung ujungnya, berimbas pada mutu dan kualitas pekerjaan. Umur bangunan tak tercepai, baru selesai sudah ada yang ambruk.

Berkembang juga masalah keterlambatan pekerjaan dan banyak rekanan kena denda sehingga merugi. Ini juga disebabkan oleh lambatnya pengesahan anggaran dan proses lelang. Ditambah cuaca ekstrem yang menjadi penghalang pekerjaan. Persoalan ini terjadi setiap tahun.

Putus kontrak dan proyek mangkrak, mengiringi pekerjaan bermasalah. Sampai kapan ini terjadi? Kabut hitam kembali menyelimuti tender 2024 ini. Antara ‘Mafia lelang’ dan penawaran terjun payung

Penulis

Novri Investigai

More From Author

Permukiman dan Perkebunan Bakal Terancam, Warga Katiagan Pasbar Protes Pengerukan Parit, Perusahaan Kelapa Sawit

Sok Santiang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

ADVERTISEMENT