Oleh : Winny Rahmadani Papesta
Departemen Fisika FMIPA Universitas Andalas
Penggunaan CT scan dan fluoroskopi memerlukan perhatian khusus karena frekuensinya yang tinggi dan dosis radiasi pengion yang lebih besar. Paparan radiasi dalam dosis tinggi, baik tunggal maupun akumulatif, berisiko menimbulkan kanker. Diperkirakan bahwa sekitar 29.000 kasus kanker di masa depan bisa terkait dengan pencitraan CT yang dilakukan di AS pada tahun 2007, dengan kontribusi terbesar berasal dari pemindaian perut dan panggul. Diperkirakan 0,4 persen kanker di Amerika Serikat disebabkan oleh CT scan. Beberapa ilmuwan berharap tingkat ini meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan CT scan dalam prosedur medis. Setidaknya 62 juta CT scan dilakukan di Amerika pada tahun 2007 Dalam radiografi pengionisasi (seperti x-ray, fluoroskopi, dan CT scan), keselamatan pasien harus menjadi prioritas utama.
Efek Radiasi
Efek biologis radiasi pada manusia dapat terjadi pada individu yang terkena radiasi tersebut (efek somatik) ataupun keturunannnya (efek herediter/genetik).
Efek somatik dibagi menjadi dua kategori: efek deterministik dan efek stokastik. sedangkan efek genetik semuanya bersifat stokastik.
Efek deterministik
Efek deterministik dapat mencakup kerusakan pada kulit, sistem hematopoietik seperti sumsum tulang, serta lensa mata, serta sindrom radiasi. Ada hubungan yang jelas antara tingkat keparahan efek dan dosis radiasi yang diterima, sehingga dosis radiasi yang aman dapat diatur untuk menghindari efek deterministik tersebut.
Efek stokatik
Efek stokastik bisa terjadi meskipun dosis radiasi berada dalam rentang yang disarankan. Efek stokastik terkait dengan probabilitas; dosis radiasi yang sangat rendah pun dapat meningkatkan risiko tumor dan kerusakan genetik.
Oleh karena itu, tidak ada ambang batas yang benar-benar dapat memastikan bahwa paparan sinar X sepenuhnya aman. Efek ini merupakan aspek fundamental dalam penggunaan radiasi pengion di bidang radiologi diagnostik dan menjadi alasan utama untuk perlindungan radiasi umum. Contoh efek stokastik yang berbahaya termasuk kanker dan kelainan genetik.
Rekomendasi Dosis Radiasi pada Pencitraan
Menurut US Environmental Protection Agency, petugas radiologi disarankan untuk tidak melebihi batas 100 mSv dalam periode lima tahun. Di Indonesia, peraturan dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) menetapkan dosis maksimum radiasi yang dapat diterima oleh pekerja radiologi dan masyarakat.
Peraturan BAPETEN Nomor 15 tahun 2014
Pasal 24:
a. Dosis Efektif sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut
b. Dosis Efektif sebesar 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun tertentu
c. Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturutturut dan 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun tertentu, dan
d. Dosis Ekivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv (lima ratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun
Pasal 25:
Nilai batas dosis untuk masyarakat:
Dosis Efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) dalam 1 (satu) tahun
Dosis Ekivalen untuk lensa mata 15 mSv (lima belas milisievert) dalam 1 (satu) tahun, dan
Dosis Ekivalen untuk kulit 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun
Pencegahan dan Perlindungan terhadap Radiasi
Prinsip keselamatan kerja yang baik dan keputusan yang rasional dapat mengurangi dosis paparan radiasi bagi praktisi kesehatan dan pasien. Tiga prinsip utama perlindungan radiasi menurut konsensus International Commission on Radiological Protection (ICRP) adalah:
Prinsip justifikasi menyatakan bahwa paparan radiasi harus memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan risiko atau akibat yang ditimbulkannya.
Prinsip optimalisasi menyarankan agar paparan, jumlah orang yang terkena, dan dosis individu harus dikendalikan sesuai dengan prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable), serta mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi.
Prinsip limitasi dosis menyatakan bahwa jumlah dosis yang diterima oleh individu dari paparan non-medis tidak boleh melebihi batas yang direkomendasikan oleh ICRP.
Perlindungan Pasien
Pelaksanaan teknis pemeriksaan juga memengaruhi perlindungan pasien: durasi CT-Scan harus dipendekkan sebanyak mungkin, volume radiasi dijaga serendah mungkin dengan kolimasi yang tepat, jarak antara pasien dan detektor diusahakan dekat, dan protokol pemeriksaan (seperti pada CT) harus dioptimalkan oleh dokter yang berpengalaman serta teknologi pemindaian yang lebih canggih. Dosis minimal adalah dosis yang masih dapat memberikan kinerja diagnostik yang baik, sesuai dengan prinsip ALARA.
Referensi :
Dance DR, Christofides S, Maidment ADA, McLean ID, Ng KH. Diagnostic radiology physics: A handbook for teachers and students. Vienna: International Atomic Agency, 2014.
Eastman GW, Wald C, Crossin J. Radiologi klinis belajar dari awal: Dari gambar ke diagnosis. Indonesia: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2015
Bapeten.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir nomor 15 tahun 2014 tentang keselamatan radiasi dalam produksi pesawat sinar-X radiology diagnostic dan intervensional
Goodman BS, Carnel CT, Mallempati S, Agarwal P. Reduction in average fluoroscopic exposure times for interventional spinal procedures through the use of pulsed and low-dose image settings. Am J Phys Med Rehabil. 2011;90(11):908-12.
Maleachi, Reginald, dan Ricardo Tjakraatmadja, 2018, Pencegahan Efek Radiasi pada Pencitraan Radiologi, Vol. 45, No. 7, hal 537-539.